London adalah kota kedua yang sering kami kunjungi setelah Bristol.
Selama September kemarin aja wara-wiri Worcester-London sampai 3 kali, 3 weekend. Ada aja yang harus dikerjakan di London.
Walaupun cape, tapi senang juga sih klo lagi banyak liputan.
Mulai dari liputan fashion show, kulineranm, juga silaturahin sama teman.
Dan inilah rangkuman klipnya selama kami 2 hari di sana.
Sabtu pagi, 30 September kemarin, cuaca udah mulai dingin. Hujan rintik sedari subuh. Biasanya, hawa dan suasana gini waktunya malas-malasan tapi tidak untuk pagi ini. Ini pagi udah dinanti dari kemarin-kemarin. Pasalnya, obrol-obrol intens di WAG hari ini dieksekusi.
Cabut dari rumah jam 9, klo ngebut nyampe TKP mustinya tepat waktu. Tapi karena mampir dulu ke bakery untuk beli roti kesukaan si bungsu dan aku, terusnya lagi si bapak mau ambil lensa pesanan di kota sebelah, jadilah ngaret, ret. Nyampe TKP nyaris jam 11. Hadeuh..
Video lengkapnya disini: Charity event di Bristol Acara pembukaan dan beberapa acara lainnya terlewat. Nyampe di sana pas anak-anak SD Meadowbrook paduan suara. Acara berlanjut tarian tradisional Indonesia, tari topi yang dibawakan anak-anak cute banget dan acara-acara lainnya.
Semua rangkaian acara tersebut merupakan bagian dari Coffee Morning MacMillan 2017. Apakah itu? Jadi, ini acara tahunan yang digelar teman kami Opy Sufinar, penderita cancer stadium 4 yang telah 5 tahun terkahir ini ia lawan.
Disini, banyak sekali yayasan kanker yang bergerak menyuport para penderita kanker dalam segala hal. Tidak hanya dukungan finansial tapi ada juga bentuk lainnya, seperti dukungan moral serta adanya komunitas dan gathering-gathering seperti yang kami lakukan pagi ini. Membuat penderita kanker tidak sendiri. Bahwa mereka memiliki teman, saudara, komunitas dan orang-orang yang peduli, menyayangi.
Biasanya, yang namanya coffe morning ala mereka, acaranya simple. Berupa kumpul-kumpul sambil obrol-obrol di pagi hari dimana yang datang bawa kue, cake, dll. Trus sesama mereka saling beli barang bawaannya tersebut. Nah, uang yang terkumpul akan didonasikan.
Nah, coffee morning yang digagas Opy ini lain dari yang lain. Potensi orang Indonesia di Kota Bristol emang TOP. Para diaspora, profesional, pemuda dan pelajar di sini kompak dan memliki potensi yang luar biasa. Begitu gagasan Opy diluncurkan, semuanya bergerak cepat. Siapa nyumbang apa. Dari A sampai Z semuanya diatur manis.
Banyak stand tersedia. Aneka stand makanan dan minuman. Bakso, gado-gado, rendang, lontong sayur, jajanan pasar, es cendol. Wah, pokonya semua berlimpah ruah. Catatan, semunya disumbangkan oleh para donatur yang baik hati. Kita jajan-jajan sampai puas dong. Uang hasil penjualannya? didonasikan tentunya. Tak hanya itu ada pula yang suport keahlian, waktu dan tenaga. Seperti stand pijat, stand face painting dan hena serta yang lainnya. Oiya, seperti tahun sebelumnya, Budi, suaminya Opy, merelakan rambutnya digunduli untuk penggalangan dana sekaligus sebagai bentuk dukungan yang ia berikan.
Eh ada juga raffle tiket, dimana semua hadiahnya dari para donatur, sedangkan semua hasil penjualan tiket 100% masuk kota donasi. Hadiahnya keren-keren pulak, aku dong.. dapat clutch cucok 😉
Acara makan-makan, ngopi-ngopi, nonton pertunjukan tarian, nyanyian serta ikut serta bernyanyi, menari dan bergembira adalah sebuah bentuk dukungan yang murah terasa. Bergembira, silaturahim, beramal, balas dendam santap kuliner indonesia yang jarang terpenuhi perut.
Alhamdulillah, acara berjalan lancar sesuai yang direncanakan, mulai jam 10 pagi sampe jam 1 siang. Ngaret-ngaret dikit okeylah. Secara, kita-kita tuh klo udah ngumpul kayak gini susah dibubarin 😀
Padahal tarian penutup sesuai tradisi udah dijabanin, “Maumere” n “Poco-poco” beuh.. ditambah “Goyang Dumang” pulak 😀 😀
Sambil tim sampu bersih beberes gedung sampe kinclong, tim keuangan negara itung hasil donasi, jumlah terus bergulir, terakhir menurut laporan terkumpul £1.400 atau sekitar 25 juta rupiah. Mayan banget kan..
Mau liat seperti para keramaian Gathering 30 September kemarin, ini dia liputannya
Minggu lalu, sebuah gelaran bertema Indonesia Regal Heritage digelar di salah satu kampus Oxford yang terkenal itu. Atas undangan ketua penyelenggara dari Gapura Ltd, Ibu Beth dan undangan dari President PPI Oxford, Sandoko Kosen merapatlah saya ke TKP di hari Jumat.
Worcester-Oxford ditempuh 1,5 jam dalam cuaca yang cukup bersahabat. Tiba di TKP kami langsung memasuki ruang MBI Al Jaber Auditorium, Corpus Christi College, Oxford.
Acara demi acara berlangsung cepat, dimulai Pembukaan oleh Ketua Penyelenggara Acara, Ibu Beth lalu disambung Transforming Indonesian Craftsmanship from Traditional to Contemporary by Benny Adrianto. Dilanjut Translating Indonesian Fashion and Heritage into Modern Fashion by Ghea Panggabean. Kemudian The Art of Indonesian Flavor by Petty Elliott dan ditutup The Exotic Sound of Saluang by Otti Jamalus sebelum akhirnya kami nikmati makan siang.
Acara makan siang, kami menempati dinning hall yang ada di campus tersebut. Tau dong, dinning hallnya Campus Oxford seperti apa? Yap, seperti dinning hallnya di film Harry Potter.
Usai makan siang, kami kembali ke ruang MBI Al Jaber Auditorium. Hmm, ada satu tanya tentang nama ruangan ini karena cukup menarik bagi saya. Nanti saya cari tahu deh. Kembali kami duduk manis dan menyimak presentasi dari Pa Sonny Tjahya dari Rumah Pesona Kain Ike Bakrie tentang kain ikat Geringsing.
Disela itu, mata saya menemukan sesuatu yang menarik di pojokan ruang. Sesosok bule, berpakain jawa, berblangkon, duduk bersila di depan perangkat gamelan. Eh, itu Pak Parto kah? Bisik-bisik.. ternyata betul. Beliau adalah guru gamelan yang sudah berkecimpung dengan gamelan lebih dari 20 tahun lamanya.
Beberapa waktu lalu, saya cuman bisa lihat liputannya di video BBC Indonesia yang durasinya sangat pendek namun viral itu. Setelah makin viral, saya pernah tonton lagi wawancara beliau bersama Mba Endang dan Mas Susilo di laman Facebook live. Betapa orangnya asik diajak ngobrol.
Acara berlanjut presentasi Era Soekamto dari Iwan Tirta Private Collection yang diakhiri pagelaran busana yang “wah” banget. Lebih “wah” lagi karena iringan musiknya bukan iringan musik modern, bukan dari CD pula. Melainkan live gamelan. Dimana Happy Salma ikut berlenggak-lenggok bersama peragawati lainnya.
Di acara puncak, kami terpukau penampilan sendra tari Matah Ati kreasi seniman besar ibu Atilah Soeryadjaya. Sendra tari lebih hidup dan berjiwa tak lepas dari iringan live gamelan dari tangan Pak Peter n crew tentunya. Pertunjukan haru seru ditutup aplaus yang sangat meriah luar biasa.
Usai pertunjukkan, saya hampiri Pak Pete untuk sekadar obrol-obrol sebentar. Beliau menyambut ramah ajakan saya dengan bahasa jawanya yang sangat kental, waduh… kamus mana kamusss….. (bukan kamus inggris, kamu jawa) 😀
Kurang lebih beliau bilang, bentar ya, saya ganti baju dulu. Anda dari mana? namanya siapa dan bla bla bla dalam bahasa jawa (terjemahan ngira-ngira) 😀
Saya jawab, ngak usah ganti baju dulu pa, biar keliatan jawanya, hehehe..
Lagi-lagi beliau menimpali guyonan dengan bahasa jawa (kamus…. ) 😛
Singkat kata, setelah Pak Pete terhenti-henti karena sapa-sapa dengan yang lain akhirnya kami bisa duduk manis di depan pelataran gedung pertunjukkan.
Ah, hangattt…. tumben-tumbenan hari itu matahari bersinar terang. Alhamdulillah.
Disela obrol-obrol kerap kali Pa Pete menjawabnya dalam bahasa jawa, meski saya tak paham tapi saya menikmatinya 😀
Jadi serasa ngobol sama mbah-mbah di Solo 😀
Pendek kata, Pa Pete ini orangnya nyenengin, asik diajak ngobrol ngaler ngidul 🙂
Asli, Pa Pete ini ramah banget orangnya.
Usai wawancara obrolan berlanjut santai. Dan ternyata permisah.. rumah bapaknya Pak Pete gak jauh dari kampung saya. Saya di Worcester bapane Pa Pete di Hereford. Yo wis pa, klo sampeyan sowan ke rumah bapane mampir wuster ngih pa? 😉
Dan liputan saya itupun tayang di NET TV program berita NET12 kemarin. Berikut ini youtubenya. Eh, maap ya.. mimin IT NET typo, mustinya Peter Smith 😉
Udah lama ngak kutak-ketik di blog euy. Maklum, emak yang satu ini (sok) sibuk. Dari hari ke harinya adaa.. aja yang dikerjain. Kayak sehabis pengajian bulanan lalu, besoknya jalan bareng sama emak-emak lainnya hiking ke Malvern Hills, tempat tinggalku dulu. Dan sepulang dari hills kembali bermarkas di rumah, hingga bubaran sehabis makan malam. Moment ngumpul-ngumpul gini nih yang bikin asik buat kami-kami para diaspora.
Besoknya, bersama salah seorang MahMud aka Mamah Muda kece yang nginep di rumah, pergilah kami ke Kota Gloucester, kelayapan hingga sore hari.
Sepulang mantan dari dines LN, weekendnya jatah kelayapan buat nyari bahan liputan dong. Teuteup..
Minggu berikutnya berlangsunglah gelaran All England seminggu penuh. Kembalilah saya wara-wiri Worcester-Birmingham. Mulai di hari pertama pembukaan All England. Udah gitu, nontonnya sambil bawa bocah-bocah yang tentunya riweuh-riweuh seru. Hingga semifinal dan final, yang tentu saja serieus ngeliputnya bareng partner in crime nongkrongin Barclaycard Arena tempat dilangsungkannya All England. Mayan, liputannya langsung masuk TV keesokan harinya.
Ngomongin badminton, ngeliput All England bukanlah sebuah beban, walaupun effordnya besar. Karena si mantan, my partner in crime inipun pemain badminton pula. Dulu doi gila badminton banget. Seminggu bisa tiga kali badminton. Senin, Rabu, Jumat. Makanya, segala sesuatu berbau badminton, dia mah antusias banget. Apalagi pas liputan semi final n final.
Ngomongin badminton, si mantan ini emang nge-fans sama atlet-atlet Indonesia. Makanya, gak heran kalo setiap All England menyempatkan diri mejeng sama sang Atlet. Foto atas, juara All England 2017, Kevin-Markus. Sedangkan bawah All England 2014, Markus-Markis. Foto diambil ketika kami lagi duduk manis di cafe shop tetiba dua atlet kita ini berjalan depan kami, dari hotel menuju Arena All England. Jarak 3 tahun, Markus tak mengalami perubahan. Sedangkan sang mantan? hmm…. 😀
Sekarang, karena kesibukan kerja yang mana sering bolak balik Selasa-Kamis kerja di Munich dan sisanya balik kandang, jatah badminton doi cuman di hari Jumat malam doang.
Dulu, waktu doi gila badminton, itu yang namanya perlengkapan badminton beserta tek-tek bengeknya kerap kali dia beli. Kaos badminton gak keitung banyak. Raketnya, grip raket, dan lain sebagainya. Bahkan senarpun doi nyetok sendiri. Jadi kalo raket putus langsung dia pasang sendiri. Alat pasang senar ini mayan juga harganya. Maka dari itu, doi sekalian terima orderan pasang senar, haha.. dasar!
Trus soal sepatu, kupikir, sepatu mah sepatu apa aja kali ya? Etapi ternyata ngak gitu juga. Soal sepatu badminton doi mah punya standar khusus. Ya kudu sepatu sport dong, say. Tepatnya sepatu khusus untuk badminton. Udah gitu, stok sepatunya gak cuman satu pula. Benaran si bapak ini hambur banget sama sepatu badminton. Tapi gak papa juga sih. Karena sejatinya bapak-bapak itupun harus diberi ruang untuk menyenangkan dirinya sendiri. Asal positip dong ya? 😀
Soklah, main badminton sana. Biar bisa jadi juara lagi 😉 😀
Mantan juara Badminton kecamatan Worcester Inggris 😛