Setelah libur lebaran dapat kabar pemuatan cerpen anak di Majalah Bobo tuh saik banget. Cernak saya kali ini berjudul Face Painting. Seperti halnya cernak saya lainnya, hampir 90% idenya adalah dari kisah pribadi.
Ketika saya ingin membuat cerpen anak, kadang saya suka ngayal dulu. Kadang sambil liat foto-foto lama. Ehmm… bikin cernak tema apa ya? sambil mikir” gitu biasa muncul deh si ide. Untuk kali ini, ide cernak saya tentang Face Painting itu tadi.
Sedikit bocoran dan bisikan gaib guru. Katanya Mas Bams, Majalah Bobo suka konflik yang tandem. Halah, apasih? Maksudnya, cernaknya jangan dikasih satu konflik, single, tuntas, beres, udah. Konflik yang single itu kurang seru.
Daripada bingung, saya kasih contoh cernak ini. Berikut sinopsisnya:
Adalah Nayla, ia anak yang pintar menggambar. Dalam sebuah kesempatan bazaar di sekolah ia dan Arida hendak membuka stand. Ide pertama, mereka akan berjualan burger. Mengapa burger? Seting cerita menjurus ke hal tersebut hingga matang. Tapi ternyata ada kendala. Akhirnya mentah lagi.
Plan B. Ide kedua dilontarkan. Yaitu bikin stand tato temporari dengan menggunakan henna. Ide yang baru dan cukup cerdas kan? Apa itu tato temporari? apa itu henna? gimana cara pakainya? Hal tersebut membuat pembaca cilik tertarik untuk mengetahuinya. Tapi ternyata, plan B ini tidak terlaksana karena adanya kendala.
Plan C. Ide ketiga dilontarkan. Yaitu membuka stand Face Painting. Apa itu Face Painting? Kenapa akhirnya keputusan itu diambil?
Ehm… kayaknya mendingan langsung baca Bobonya aja kali ya? Biar jelas 😉
Intinya tips menulis cernak kali ini adalah: Bikin konflik yang tandem. Jangan yang single. Biar cernak kita jadi lebih seru dan tidak mudah ditebak endingnya.
Face Painting, Rosi Meilani, dimuat di Bobo edisi 16, 23 Juli 2015.
Alhamdulillah pagi ini, lewat FB saya mendapat kiriman foto yang bikin hati senang. Ya, beginilah. Setiap kali karya saya mejeng di Majalah Bobo, Majalah anak yang keren ini, saya baru bisa membacanya jika ada teman yang kirim penampakkan gambarnya.
Ya nasip.. ya nasip… mengapa begini.. baru pertama bercinta sudah menderita. Cukup sekali…STOP! Lebay ah! Drama banget sih! Lagian itu lagu mana ada yang tau! Secara, pembaca Bobo kan bocah yang masih unyu-unyu. Iya lebay, didramatisasi ah! 😛
Eh, ngomongin soal dramatisasi, cocok banget dengan tema postingan yang ingin saya sampaikan kali ini. Apa itu dramatisasi? menurut buku karangan Tatang Subrata 😀 KBBI daring: dramatisasi/dra·ma·ti·sa·si/n1 penyesuaian cerita untuk pertunjukan sandiwara; pendramaan; 2 hal membuat suatu peristiwa menjadi mengesankan atau mengharukan.
Ide, pesan moral, seting, tokoh, alur dramatisasi
Awal mula ketika akan membuat cernak tentulah harus ada ide awal. Cernak apa nih yang akan kita angkat? Ide itu bertebaran di mana-mana, seperti yang telah saya ulas di sini, contohnya. Nah, untuk kali ini, saya akan mengangkat tema cernak tentang cucu dan nenek.
Jujur, ide awal cernak ini saya dapat ketika anak saya liburan ke tanah air tahun lalu. Dengan modal ide itu, jadilah cernak ini. Tapi, tentunya, ide saja tidak cukup, pesan moral itu penting. Seperti yang telah saya ulas di sini.
Ide sudah ada, pesan moral sudah didapat. Kini waktunya bikin alur cerita, ditambah seting tempat dan tokoh/penokohan.
Cernak berjudul “Dapur Nenek” ini sejujurnya berawal dari curhatan anak saya. Waktu itu dia bilang, “Ma, kondisi dapur nenek, bla.. bla.. bla..
Dari situlah saya mulai membuat cernak ini.
Agar cernak terasa hidup saya harus mendramatisasi kondisi yang ada dengan cara:
Saya mengubah tokoh. Anak saya kan udah ABG. So tokoh ini dibuat jadi anak SD. Namanya Amel.
Seting tempat, ini udah pas bener. Rumah ibu saya di pinggiran Kota Bandung. Dekat SD, buka warung pula. Yang diubah, UK-Bandung, jadi Bali-Bandung.
Alur, dibikin sedramatis mungkin. Tapi tidak lebay dan masuk akal yang penting pesan moral sampai.
Sebagai bocoran, saya kasih sinopsisnya, ya. Selanjutnya pada pegi beli BOBO gih! hehehe..
Adalah Amel, anak SD, liburan ke rumah Nenek. Dapur nenek tidak terawat, karena nenek sibuk di warung miliknya. Amel ada ide merapikan semua itu. Tapi perlu biaya. Nah, di sinilah peran Si Amel menyelesaikan semua permasalahan tersebut.
Kita sedang membuat cernak, jadi usahakan si tokoh anak inilah yang lebih banyak mengambil peran dengan cara dirinya sendiri. Bukan neneknya, ataupun orang dewasa yang ada disekitarnya. Karena pembaca cilik akan lebih senang jika si tokoh anak ini yang berperan. Pengalaman saya dulu, ketika membaca cernak BOBO, sambil membaca, kadang saya memposisikan/membayangkan tokoh itu adalah saya sendiri. Kalo kamu gitu gak, sih 😉
Balik ke bahasan Cernak, bagaimana Si Amel berusaha memecahkan masalah? Si Amel berjualan brownis dengan tujuan, keuntungan dari jualannya itu bisa dipakai untuk mempercantik dapur nenek. Bagaimana ia bersusah payah membuat brownis, menjualnya dan sebagainya dan sebagainya. Di sini lah adegan dramatitasi berperan menghidupkan cerita.
Karena akan sangat gak seru sekali jika penyelesaian masalah dilakukan dengan cara cepat tanpa dramatisasi. Misal, Amel liburan ke rumah nenek. Dapur nenek perlu perbaikan. Amel menelfon Mama. Mama memberikan bantuan. Dapur nenek terlihat bagus lagi. Ya.. mana seruuuu 😀
Bagaimana alur dari pemecahan masalah, klimaks, anti klimaks dan ditutup dengan ending yang baik? Nah, disinilah perlu bumbu-bumbu yang bikin seru cerita. Dramatisasi salah satunya. Lalu ditambah bumbu-bumbu cerita. Lalu ditambah sedikit sentuhan/bantuan para orang dewasa yang ada di sekitarnya. Jangan lupa bikin ending yang bagus, menarik atau bahkan bikin haru.
Sayang, saya belum bisa kasih unjuk naskah mentahnya. Soalnya, kan, Bobonya masih edar. Baru edar hari ini loh, 28 Mei 2015. So, kalo mau baca cerita lengkapnya buruan ke lapak koran terdekat 😀
Gimana, udah terbayang kan, cara mendramatisasi sebuah cernak dari kisah keseharian kita?
Alhamdulillah. Begitu banyak nikmat yang saya dapat. Begitu banyak rejeki yang mengalir. Begitu banyak kemudahan yang saya peroleh.
Pagi-pagi masuk message dari seorang teman penulis. Mengabarkan cerpen saya dimuat di Majalah Bobo yang beredar hari ini, 21 Mei 2015. Sayang, sebelum beliau sempat memoto penampakkannya, majalahnya keburu habis terjual. Semoga Allah SWT melapangkan rejeki buatnya. Semoga kios majalahnya selalu diburu para pencinta baca. Agar karya-karya kami laku diapresiasi.
Beruntung lagi, begitu saya sapa temans FB yang baik hati. Ada beberapa teman yang langsung kasih liat penampakkannya. Dan berikut ini penampakkannya.
Majalah Bobo, edar 21 Mei 2015
Karena majalahnya baru edar, jadi saya belum bisa kasih liat naskah mentahnya. Semoga Anda pada langganan Bobo, ya? Atau, merapat aja ke tokbuk atau kios majalah terdekat. Agar pegiat majalah termasuk di dalamnya tukang majalah n penulis kebagian rejeki dari uang yang anda keluarkan itu 😉
Meski gak bisa kasih liat naskah mentahnya, saya kasih bocoran tips dan proses kreatifnya, ok?
Jadi, dalam membuat cernak (cerpen anak) yang terpenting adalah pesan moral. Jika pesan moral yang akan disampaikan sudah didapat, barulah menentukan penokohan, alur, dan seting tempat.
Pesan Moral
Bagi saya, yang sudah tua ini, semakin tua, semakin banyak pelajaran hidup yang saya dapat. Apapun itu bentuknya. Salah satu dari ribuan pelajaran hidup yang saya dapat adalah, bahwa, jika kita memberikan kemudahan kepada orang lain dengan ikhlas, niscaya Allah membalasnya berkali lipat. Nah, modal inilah yang kemudian saya tuangkan dalam bentuk cerita anak.
Ide dasar
Tentunya hidup kita sangat berwarna. Ribuan cerita pernah kita alami. Dari ribuan cerita itu ambillah beberapa cerita menarik untuk dibagikan kepada pembaca cilik. Tidak udah diceritakan 100% pengalaman kita itu. Tapi ambil benang merahnya saja. Atau pesan moralnya saja. Seperti yang sudah saya katakan di atas.
Sampaikan pesan moral tanpa menggurui
Modal dari pesan moral yang sudah ada di tangan, tinggal dibentuk dalam sebuah cerpen anak. Kadang anak-anak tidak suka digurui. Maka dari itulah kita perlu media cernak. Mereka membaca dan senang. Tanpa disadari pesan moral yang ingin disampaikan pun sampai tujuan.
Seting tempat
Untuk memudahkan menyusun alur cerita, menggunakan seting tempat yang kita kenali betul akan terasa lebih mudah dan lebih terbayang medannya. Seting tempat cernak saya tersebut di kompleks perumahan saya dulu yang berbatasan dengan perkampungan warga. Nah, tokoh Si Badru ini memang dari kampung sebelah saya, dulu.
Tokoh
Sebagai sarana penyampai cerita, kita perlu tokoh. Tentunya tokoh anak-anak dong. Pengambaran fisik/karakter/nama si tokoh bisa kita comot dari orang -orang yang ada di sekitar kita. Atau, mungkin, bisa juga penokohan tersebut cerminan diri kita sendiri.
Alur cerita
Pesan moral sudah ada, benang merah sudah tergambar, tokoh sudah tercipta, kini saatnya membuat alur cerita. Alur cerita merupakan kepingan-kepingan puzzle dari satu kejadian ke kejadian lainnya yang saling bertautan. Hingga di akhir cerita, kepingan puzzle cerita itu tidak ada yang sia-sia. Semuanya menyatu menjadi cerita yang utuh dan memiliki pesan moral.
Mengenai alur cerita, lagi-lagi kita bisa mengambilnya dari kepingan-kepingan kisah kita. Contohnya saja, di dalam cernak saya yang dimuat di BOBO ini setidaknya ada penggalan-penggalan kisah kehidupan saya.
Pertama, si Badru pengantar susu itu saya ambil dari toko tukang susu langganan saya, dulu. Tapi tokohnya saya ubah. Dulu pedagang susu yang biasa mengantarkan susu sapi segar dari Lembang itu adalah seorang ibu-ibu. Karena untuk cerita anak, maka saya mengubah sosok si tokoh utamanya.
Kedua, tokoh Salwa (namanya saya ambil dari nama keponakan saya) kurang lebih penggambaran dari sosok anak saya (tapi anak saya laki-laki). Waktu itu kami pernah memiliki usaha air minum isi ulang.
Nah, beberapa puzzle yang saling bertautan itu jadi makin memudahkan kita untuk menyelesaikan sebuah cerita anak. Karena di dalamnya kita menyomot beberapa tokoh/karakter yang pernah kita kenal. Kita juga menyomot kepingan-kepingan kisah kita sendiri. Sekarang, tinggal pandai-pandainya meramu dalam bentuk cerita anak.
Oiya, jangan lupa, 4 unsur terpenting dalam sebuah cernak itu ialah, pembuka, permasalahan, penyelesaikan konflik dan ending. Insya Allah kapan-kapan kita ngomongin masalah itu.
Jangan lupa beli BOBO terbaru n baca cernakku selengkapnya di sana, ya… 😉
SOCA adalah sebuah nama majalah. Singkatan dua anak bocah laki dan perempuan. Yaitu Soni dan Caca. Tulisan saya pernah dimuat beberapa kali di sana. Untuk genre jalan-jalan, flora, feature, dan liputan khusus. Selengkapnya bisa dilihat di sini. Karena saya penulis kutu loncat, alias penulis segala macam genre, tergantung mood datang, saya pun mencoba mengirimkan cerpen anak ke sana.
Tidak seperti tulisan-tulisan saya sebelumnya, Soca bertransformasi, dari format majalah menjadi format koran, yang menginduk pada Sinar Harapan. Jadi, untuk 4 tulisan saya sebelumnya masuk di Majalah Soca, kalau yang cernak ini masuknya ke koran Sinar Harapan SabtuMinggu. Tapi teuteup dua lembar rubrik anak-anak ini bernama SOCA.
Cerpen anak yang saya kirimkan ke SOCA berjudul Konde Leluhur dan dimuat dengan judul yang sama seperti yang saya kirimkan. Konsep cerita ini muncul ketika saya masuk dalam sebuah kelas cernak yang isinya satu guru keren dan 4 murid yang tak kalah keren 😉
Salah satu murid tersebut ada yang bernama Tary. Nah, saya tuh kadang mengambil nama tokoh cernak yang saya buat dari nama-nama orang terdekat saya. Misalnya, nama anak saya sendiri, nama teman-temannya anaks saya, nama ponakans, nama sepupus, nama temans dan relasi. Dengan catatan, namanya menarik, mudah diingat, mudah dibaca, keren, ngak jadul.
Nah, karena waktu itu saya satu kelas dengan Tary, maka nama itulah yang saya ambil untuk tokoh cernak yang saat itu harus saya selesaikan sebagai PR.
Dan berikut ini cernak saya dalam naskah lengkapnya:
Konde Leluhur (Rosi Meilani)
Beberapa hari lalu, telah terjadi pencurian di istana. Pencuri berhasil mengambil kotak perhiasan Sang Ratu. Beruntung aksi tersebut berhasil digagalkan. Ketika Si Pencuri melewati benteng istana, pengaman istana yang bernama Paman Arya memergokinya. Paman Arya mengejar pencuri yang ternyata Si Codet. Pencuri paling berbahaya di negeri itu. Terjadilah aksi kejar-kejaran.
Si Codet pontang-panting. Ketika akan menyeberangi sungai, ia terpeleset, lalu terjatuh. Berhamburanlah hasil curiannya. Paman Arya mencoba mengejar Si Codet. Namun tak terkejar. Lagi pula Paman Arya harus segera memunguti perhiasan Ratu sebelum terhanyut aliran sungai.
Sesampainya di istana, Paman Arya menyerahkan kotak perhiasan kepada Ratu. Namun wajah Ratu terlihat kuyu
“Mengapa Ratu terlihat sendu?” tanya Paman Arya.
“Terima kasih atas usaha yang paman lakukan. Tapi ada satu barang yang hilang,” jawab Ratu.
“Apakah itu?”
“Konde Leluhur. Konde pemberian leluhurku yang diwariskan secara turun-temurun. Konde itu sangat berharga untukku,” lirih Ratu.
***
Seperti biasanya, sepulang dari hutan untuk mencari kayu bakar, Tary berjalan menyusuri sungai. Tiba-tiba matanya terkena silau sebuah benda. Tary segera menghampiri sumber kilau. Lalu memungut benda yang tersangkut di ranting pohon tepi sungai itu.
“Eh, ini kan konde? Bentuknya indah sekali.” gumannya sambil mengamati konde yang bersemat taburan bebatuan bening nan berkilauan. “Apakah ini yang disebut dengan batuan berlian itu? Ehm, entah lah. Yang jelas, konde ini akan kupakai saat parade besok lusa.” lanjutnya.
Hari dinanti tiba. Tary didandani oleh Ibu. Ia memakai pakaian adat dan diberi riasan sangul di kepalanya. Setelah itu Tary menyelipkan konde di sangulnya, tanpa sepengetahuan Ibu. Lalu Tary diantar Ayah ke istana.
Di halaman istana tengah digelar perayaan ulang tahun Ratu Amira. Acara dimeriahkan parade anak-anak yang berpakaian tradisional. Meski acaranya berlangsung meriah, tapi Ratu Amira terlihat gundah.
***
Ketika iring-iringan parade dimulai, Tary menjadi pusat perhatian. Karena sangulnya memancarkan kilau ketika terkena sinar matahari. Ratu Amira terperanjat . Seketika ia berdiri dari singgasananya di teras istana itu.
“Paman Arya, bawa anak itu kemari!” titah Ratu menunjuk ke arah Tary.
Paman Arya bergegas. Sayang, Paman Arya kalah cepat dengan Si Codet. Tary diculik oleh Si Codet.
Rupanya semenjak pencurian tempo hari ini, Si Codet terus mengintai istana. Ia masih penasaran ingin memiliki konde leluhur yang sangat bernilai tinggi. Ketika menyusup saat parade, ia tahu benar, bahwa konde yang dipakai oleh Tary adalah konde yang diincarnya sedari dulu.
“Tolong … tolong …,” Tari meronta-ronta saat tubuhnya dipikul di pundak Si Codet.
Codet berlari kencang. Paman Arya mengejarnya. Orang-orang yang berada di sana terlihat bengong dan bingung. Apa yang terjadi, pikir mereka. Lalu Paman Arya berteriak.
“Penculik … penculik …,” pekiknya. Serta mertalah orang-orang ikut mengejar Si Codet.
Dasar Si Codet penjahat ulung, ia menyambar kuda istana. Lalu menungganginya. Sedangkan Paman Arya dan yang lainnya hanya bisa mengejarnya dengan berlari saja. Hingga tertinggal.
Melihat situasi tersebut, Tary langsung mencabut kondenya. Lalu ia tusukkan ujung konde yang tajam itu pada punggung Si Codet.
“Awww … ” Si Codet kesakitan, tapi Tary belum juga terlepas dari pundsak Si Codet. Sekali lagi Tary menusuk punggung Si Codet.
“Aww …,” Si Codet kesakitan. Kali ini, terlepaslah Tary.
Tary terpelanting. Untunglah sebelum jatuh ke tanah, badan Tary berhasil ditangkap Paman Arya. Selamatlah Tary.
Kejadian itu membuat heboh pesta ulang tahun Ratu. Namun demikian, Ratu Amira kini berbahagia. Karena Konde Leluhur telah kembali ke tangannya. Karena aksi Tary yang sangat cerdas dan berani, Ratu Amira memberikan hadiah kepada Tary. Berupa konde lainnya. Namun kecil dan mungil. Semungil tubuh Tary.
*****************************************
Demikianlah naskah aslinya yang saya kirimkan ke SOCA. Nah, yang di bawah ini adalah penampakkan cerpennya yang sudah tayang. Ayo pelajari! Bagian mana yang diedit! Dengan begitu, kita jadi tahu dan bisa membandingkan serta mengambil ilmunya.
Cerpen Anak Soca, dimuat 10 Mei 2015
Tips menulis cerpen anak kali ini adalah:
Pilih nama tokoh cernak yang keren, unik, mudah dibaca.
Gunakan kalimat efektif.
Hindari kalimat bersusun. Karena kita sedang menyuguhkan bacaan untuk anak-anak. Jadi buat kalimat sesimple mungkin.
Pesan moral. Ini yang penting!
Hmm.. menurut kalian, pesan moral dari cerpen anak ini, apa ya?…..
Oiya, buat kamu yang mau ngirim cerpen anak ke Soca, catet alamat imel berikut ini: redaksisoca@sinarharapan.co.id