Category Archives: Resensi buku

Resensi Buku Jelajah Inggris

Inggris selalu menjadi salah satu pilihan para pelancong untuk dikunjungi. Tidak hanya karena mercusuar gaya hidup internasional, tetapi juga karena kaya akan budaya. Tidak heran banyak penulis lahir dari negeri Ratu Elizabeth ini. Seperti Arthur Conan Doyle yang terkenal dengan tokoh detektifnya, Sherlock Holmes.

Tokoh detektif Sherlock Holmes lebih terkenal ketimbang penulis novelnya. Ada 56 cerpen dan 4 novel yang fenomenal, kesemuanya telah dialihbahasakan ke berbagai bahasa dan tersebar ke seluruh dunia. Selain itu Sherlock Holmes telah dijadikan dalam film, mulai klasik hingga yang modern dan juga dijadikan serial. Karena, fenomenalnya Sherlock Holmes pula, maka dibuatlah museum Sherlock Holmes.

Museum Sherlock Holmes adalah kantor atau rumah Sherlock dan temanya Dr. Watson yang dipakai dalam film klasiknya. Letaknya hanya berjarak satu blok dengan Museum Madame Tussaud, tepatnya di Baker Street No. 211b. Di depan pintu museum ada pegawai museum yang memakai seragam polisi. Sebelum masuk ke museum, harus membeli tiket dulu di toko suvenir sebelah museum.

Buku Jelajah Inggris
Resensi Jelajah Inggris dimuat di Koran Radar Sampit,16 Agustus 2015

Selengkapnya silakan baca di sini.

Tips Promosi Buku

Saya pernah baca status Bu Linda, Editor Elexmedia. Dalam setiap bulannya Gramedia menerima 2.500 judul buku baru. Berarti 400 – 500 judul per minggunya. Gila ya? banyak amat…

Jumlah buku sebanyak itu berbanding minat baca orang kita yang rendah, bikin penulis ketar-ketir. Takut bukunya gak berumur panjang aka dalam hitungan sekian bulan ditarik dari peredaran. Padahal lahirnya sebuah buku itu melalui proses yang sangat panjang dan melelahkan.

Mulai dari menyusun ide/konsep buku. Mengetiknya, self editing yang berulang kali. Dikirim ke penerbit. Ditaksir, ditimbang-timbang, dirapatkan, diputuskan. Setelah acc pun perlu proses dan waktu pula. Diedit lagi, kirim balik ke penulis, proof reading, desain cover dan sebagainya dan sebagainya.

Satu buku melibatkan kerja keras penulis, editor juga. Banyak waktu dan banyak tenaga. Kebayang gak sih, setelah buku lahir lewat proses berbulan-bulan (bahkan ada yang lebih dari setahun) menguap cepat dipasaran. Akibat apa? Bisa jadi akibat kurang promo.

Makanya, sebagai penulis, kita harus bantu usaha penerbit untuk mempromosikan buku kita sendiri. Gak rugi kan? orang buku, buku kita juga. Kalau laku ya kita juga yang kecipratan untungnya, ya kan?

Ini jamannya sosmed. Promo yang kamu lakukan ga susah-susah amat. Gunakan aja semua sosmed yang kamu punya. Promonya bisa dimulai saat buku mau lahiran. Jadi, begitu penerbit bilang buku kita bakal segera keluar. Udah deh, promosi dimulai.

Pas terbit pas hangat-hangatnya, promosilah di semua sosmed Anda. Asal jangan terlalu keseringan. Sehari cukup satu kali. Atau dua hari sekali. Biar teman maya kita gak jengah liatnya. Trus pemilihan kata promonya yang asik. Pake kata pembuka dulu kek. Atau cuplik sedikit apa yang ada di dalam buku kita.

Klo saya, karena buku saya buku traveling. Saya posting aja destinasi-destinasi yang kece. Baru deh ditulis dibawahnya.
Misal, lokasi: Bourton On The Water.
Untuk lebih jelasnya, bagaimana indahnya desa tercantik di Inggris ini, silakan baca di Buku Jelajah Inggris.
Tersedia di Gramedia, harga Rp.39.800,-
Tersedia E-booknya juga di Scoop.
Juga bisa dibeli di Amazon dan seterusnya.. dan seterusnya…

Selain promo di Sosmed, ada cara lainnya. Begitu kamu dapat surat kontrak dari penerbit, liat pasal-pasalnya secara detil. Kalau di surat kontrak saya, ada satu pasal yang menyebutkan cetak buku dilebihin 5%. Dengan keterangan untuk bukter, promosi, resensi, buku rusak dan hilang (kurleb isinya gitu deh).
Nah, dari 5 % itulah kita bisa diskusikan ke penerbit. Waktu itu saya kirim imel kepada beliau yang isinya kurleb:
“Pak/Bu, saya mau bikin GA nih, hadiahnya dari Anda ya… :”
“Pak/Bu, saya ada kenalan resensor n orang media, saya kasih alamatnya ya, pak/bu?..”
Gitu kira-kira. Etapi harus pake kalimat yang halus, sopan, baik dan benar ya.. 😉

Yaudah, gitu aja. Kita mah gak usah repot-repot ngirim hadiah kepada para pemenangnya. Penerbit kita yang melakukan semua itu. Makanya, satu tips buat Anda, pilihlah penerbit besar yang sistemnya sudah baik dan menguntungkan bagi kita penulis.

Trus beberapa resensor yang saya sebut di atas tadi, ada orang media, ada resensor freelance. Yang freelance berikut ini, ini,  ini (pemenang GA), dll.

Untuk yang media, berikut ini:

CIA
M
ajalah Anak CIA

bukuji resen summi
Majalah Ummi, Edisi November 2014.

resensi JI di Republika
Koran Republika, edisi 13 Januari 2015

Nah, klo yang dua ini benar-benar surprise. Nga nyangka gitu… Dikasih taunya sama editornya Ummi lagi. Bahwa resensi saya dimuat di Majalah Femina. Dan satunya lagi, dikasih tau sama Katerina. Bahwa buku saya diresensi Majalah Plesir.

resensi JI di Femina
Sayang, penampakkan cover Femina edisi awal November ini gak ada penampakkannya. Guys, klo ada yang punya edisi ini, colek” eike ye.. 🙂

photo 1
Majalah Plesir edisi Desember kayaknya, soalnya dikasih tau sama Rien pas lagi liburan di Bali.

Jadi, ayolah, teman, bantu penerbit nge-promoin buku kita sendiri. Klo laku banyak, kan kita juga yang untung. Oiya, terbukti udah dua kali Elex transfer saya 😉

Oiya, buat kamu yang pengen tau seperti apa desa-desa di Inggris dan keseruan wisata lainnya, beli aja buku Jelajah Inggris 😉

Ada desa penghasil keju, asal-muasal keju Cheddar gitu…
Ada desa Bourton on The Water yang cantik.
Ada desa abad Victoria. Masuk ke sana, seolah membali ke masa dua abad ke belakang. Kita bisa pake baju di abad itu loh.
Ada Malvern hill, tempat tinggal saya dulu. Sebuah desa perbukitan yang menginspirasi penulis Narnia dan Hobbit.

Nga percaya? beli aja bukunya… 😀

 

Resensi Buku Sekotak Cinta untuk Sakina

Saat orang tuanya memutuskan untuk memasukan ke pondok, Sakina sedih sekali. Di benak Sakina, yang namanya boarding school/pondok pesantren itu pasti membosankan. Bagaimana mungkin hari-hari tanpa TV, juga smartphone? Padahal ia senang sekali memainkan game dari Iphone-nya itu.

Benar saja, beberapa hari pertama, Sakina muram dan sering menangis. Akhirnya ada kesepakatan antara Sakina dan ayahnya. Setelah enam bulan atau tamat satu semester, Sakina boleh pindah sekolah.

Beberapa minggu berlalu, sedikit demi sedikit Sakina mulai merasa betah. Betapa ibu-ibu guru yang biasa dipanggil umi, bersikap lembut, penuh kasih dan perhatian kepada semua santri. Layaknya ibu sendiri.

Waktu berselang, Sakina merasa lebih dekat dengan alam. Setiap pagi ia saksikan indahnya Gunung Patuha dari balik jendela kamarnya. Sakina memiliki hewan peliharaan, seekor ayam jago bernama Blorok. Sakina juga menikmati permainan tradisional.

Di pondok itu Sakina mengenal Lana. Dari Lana ia banyak belajar tentang hidup. Dari Lana ia mengenal siapa itu Imam Syafi’i. Dari Lana yang sebatang kara ia membuka mata. Dari Lana pula ia mempunyai target hafal Alquran, agar bisa menghadiahkan mahkota cahaya untuk kedua orang tuanya di akhirat kelak.

Novel anak ini memiliki pesan moral yang dalam. Namun disampaikan dengan bahasa dan cara yang ringan. Tanpa terasa menggurui. Keseruan dari bab ke bab terus terjaga hingga di bab terakhir. Endingnya sangat menarik. Silakan tebak, apakah Sakina keluar dari Pondok? ataukah terus bersekolah di sana?

Penasaran kan? makanya buruan merapat ke Gramedia terdekat.

Buku ini cocok buat dijadikan hadiah ulang tahun teman, ataupun hadiah dari ummi abi yang mau memasukkan anaknya ke boarding school/pesantren.

cover sakina

Judul buku      : Sekotak Cinta Untuk Sakina

Pengarang       : Irma Irawati

Penerbit           : Qibla, 2013.

Tebal buku      : 125 halaman

Harga buku     : Rp. 30.000,-

ISBN 10          : 602-249-318-8

Resensi Buku Jelajah Inggris (4)

Bingung ngasih judul. Jadi, ya itu sajalah.
Ceritanya saya kenal mba Editor yang baik hati. Bagaimana saya bisa kenal dengan mbak Editor itu, begini ceritanya.

Sebelumnya mba Editor tersebut kerja di sebuah majalah anak dimana tulisan cerbung saya pernah dimuat beberapa kali di sana. Karena sebuah kejadian (cie.. kejadian..) Tepatnya saya harus mengklarifikasi sesuatu hal, berujung pada kontak-kontakan dengan beliau.

Waktu berlalu, hubungan saya dan beliau terus berlanjut. Bahkan sampai beliau resign dari media itu, saya tetap menyambung silaturahim.  Saya yakin banget kalau silaturahim itu memanjangkan umur, keberkahan dan rejeki. Sejujurnya, emang saya SKSD aja orangnya 😀

Cerita punya cerita, beliau pindah kerja, disela chit-chat, tercetuslah kalimat. … baiklah, nanti resensinya bisa mejeng di majalah kami.
Dan.. tak lama menunggu, taraaa.. Buku Jelajah Inggris itupun mejeng deh di Majalah Anak CIA.

Makasih ya, Mba Editor yang baik hati… <3.

Eudah gitu, penampakkan cover majalah n resensinya dikasih pula sama beliau. Ah, jadi pengen malu 😀

CIA