Saat orang tuanya memutuskan untuk memasukan ke pondok, Sakina sedih sekali. Di benak Sakina, yang namanya boarding school/pondok pesantren itu pasti membosankan. Bagaimana mungkin hari-hari tanpa TV, juga smartphone? Padahal ia senang sekali memainkan game dari Iphone-nya itu.
Benar saja, beberapa hari pertama, Sakina muram dan sering menangis. Akhirnya ada kesepakatan antara Sakina dan ayahnya. Setelah enam bulan atau tamat satu semester, Sakina boleh pindah sekolah.
Beberapa minggu berlalu, sedikit demi sedikit Sakina mulai merasa betah. Betapa ibu-ibu guru yang biasa dipanggil umi, bersikap lembut, penuh kasih dan perhatian kepada semua santri. Layaknya ibu sendiri.
Waktu berselang, Sakina merasa lebih dekat dengan alam. Setiap pagi ia saksikan indahnya Gunung Patuha dari balik jendela kamarnya. Sakina memiliki hewan peliharaan, seekor ayam jago bernama Blorok. Sakina juga menikmati permainan tradisional.
Di pondok itu Sakina mengenal Lana. Dari Lana ia banyak belajar tentang hidup. Dari Lana ia mengenal siapa itu Imam Syafi’i. Dari Lana yang sebatang kara ia membuka mata. Dari Lana pula ia mempunyai target hafal Alquran, agar bisa menghadiahkan mahkota cahaya untuk kedua orang tuanya di akhirat kelak.
Novel anak ini memiliki pesan moral yang dalam. Namun disampaikan dengan bahasa dan cara yang ringan. Tanpa terasa menggurui. Keseruan dari bab ke bab terus terjaga hingga di bab terakhir. Endingnya sangat menarik. Silakan tebak, apakah Sakina keluar dari Pondok? ataukah terus bersekolah di sana?
Penasaran kan? makanya buruan merapat ke Gramedia terdekat.
Buku ini cocok buat dijadikan hadiah ulang tahun teman, ataupun hadiah dari ummi abi yang mau memasukkan anaknya ke boarding school/pesantren.
Judul buku : Sekotak Cinta Untuk Sakina
Pengarang : Irma Irawati
Penerbit : Qibla, 2013.
Tebal buku : 125 halaman
Harga buku : Rp. 30.000,-
ISBN 10 : 602-249-318-8