Category Archives: Tips menulis tulisan perjalanan

Tips Tulisan Perjalanan, Sisi Menarik Sebuah Destinasi

Assalamualaikum, Mbak..boleh aku tanya-tanya? Aku akhir April mau ke kota X. Di sana ada pantai, benteng, bunga raflesia, dan beberapa tempat wisata lainnya. Kira-kira dari sisi apa yang menarik untuk dijadikan objek tulisan? Bisa sharing di blog-nya Mbak Rosi gak tentang hal ini?

Saya senang sekali mendapat inbox seperti ini. Meski ilmu saya cuman seuprit, boleh dong saya berbagi ilmu pengalaman.

Jujur, saya gak pernah belajar nulis tulisan perjalanan di kelas apapun. Saya mempelajarinya otodidak. Mengalir begitu aja. Nulis ya nulis aja. Lalu dikirimkan ke media. Kalau kemudian tulisan saya nyangkut di sana. Barulah saya mikir. Oh.. media ini sukanya tulisan kayak gini ya? Media X sukanya yang lebih ke wisata sejarah, bangunan-bangunan tua. Media Z mengutamakan wisata yang cocok buat anak-anak. Media B sukanya wisata islami, dan lain sebagainya.

Sisi Menarik Sebuah Destinasi 

Seringkali (dulu sih), kalau saya mau ngetrip, sengaja saya cari tahu dulu tempat tersebut. Ada objek wisata apa saja di sana. Misal, waktu road trip ke Scotland, saya jatuh hati pada pekuburan Necropolis. Rada aneh juga mengangkat artikel tulisan perjalanan tentang sebuah kuburan. Tapi saya kemas tulisan wisata kuburan itu semenarik mungkin.

Berikut saya cuplik sedikit dari naskah aslinya,

Glasgow Necropolis, Scotland
Mejeng di pekuburan Glasgow Necropolis, Scotland

Pemakaman yang terletak di belakang Glasgow Catedral ini merupakan tempat bersemayamnya orang-orang penting, orang kaya dan ternama dengan latar belakang profesi yang beragam. Teknokrat, military, sastawan, ilmuwan, artis, penulis, pebisnis, saudagar, arsitek dan profesi lainnya. Uniknya dalam setiap nisan, profesi mereka tertulis di sana.

Karena Necropolis menjadi tempat prestige untuk sebuah tempat peristirahatan terakhir, maka semenjak dibuka pada tahun 1832 hingga dinyatakan penuh, ditutup, tidak menerima lagi jasad pada tahun 1851, tercatat 50 ribu makam bersemayam di sana. Namun yang berbatu nisan hanya 3.500 saja.

Meski berusia ratusan tahun, sampai saat ini kita masih bisa menyaksikan kemegahan arsitektur nisannya yang ditangani para arsitek termasyur pada masa itu. Seperti David Hamilton, Alexander Thomson, John Bryce dan masih banyak lagi.

Pengertian nisan yang dimaksud tidak sekedar lempengan batu datar seperti yang biasa kita temui. Tapi berukuran besar, bahkan sangat besar, tinggi, bahkan sangat tinggi, unik, artistik, megah, gagah, kokoh dan tematik. Nisan disini bisa berarti: mausoleum, tugu, patung, bangunan, monumen dan nisan itu sendiri tapi dalam ukuran besar.

Uniknya lagi, dalam nisan-nisan tersebut tidak hanya mencatatkan sebuah nama sebagai pemilik jasad yang ada di dalamnya, namun dalam nisan ukuran besar yang lebih menyerupai monument tersebut bisa mewakili satu keluarga besar. Seperti tugu nisan/ monument The Gourlay Family yang anggota keluarganya merupakan orang-orang ternama yang berprofesi sebagai fotografer, sejarawan, akuntan, pebisnis, banker dan tentara. Ada pula satu tugu/monument untuk kakak beradik, seperti pada Mausoleum Buchanan Sisters.

Model nisan-nisan tersebut sangat beragam. Bergaya arsitektur Romawi, Metropolis, Renaisanse, Gothik, Scottish, bahkan ada sebuah makam bergaya Timur Tengah. Konon si empunya makam adalah pebisnis yang hobi travelling ke negara-negara Timur Tengah dan menuliskan perjalanannya tersebut. Sebelum meninggal ia berpesan agar dibuatkan makam bergaya arsitektur Timur Tengah.

Diantara orang ternama yang dimakamkan dis sana ialah Wilham Miller, seorang author. Tugu nisannya berukuran lebih dari 2 meter dengan relief wajahnya yang terpahat di sana. Atau makam 3 putri dari saudagar kaya. Tempat peristirahatannya yang mirip rumah kecil itu diberi nama Mausoleum Buchanan Sisters, masih kokoh berdiri, tepat di sebelah sebuah makam yang berkubah ala Timur Tengah tadi.

Ada sebuah tugu besar, kokoh dan menjulang, milik Dr. Duncan Mac Farlan yang merupakan anak seorang menteri pada masanya yang kemudian menjadi seorang Teknokrat. Ada pula bentuk unik dari makam James Ewing, seorang saudagar kaya yang terkenal dengan Ewing&Co-nya. Monumennya menyerupai kotak mati persegi panjang, berukuran besar, tinggi, dengan relief dan eksterior yang cantik.

Yang agak seram, ada sebuah peti mati yang terbuat dari batu dibiarkan begitu saja tergeletak di tanah berumput hijau. Entah peti itu berisi jasad si empunya, apakah hanya sebuah monument saja. Entahlah. Yang jelas, masih banyak lagi bentuk  bangunan/tugu/patung/nisan yang unik dan artistik lainnya.

Karena keunikan, keberagaman model, keindahan dan kemegahan nisan-nisan tersebut membuat perjalanan menelusuri taman pemakaman pertama di Skotlandia yang memakan waktu 2 jam pada lahan seluas 17 hektar ini tidak terasa membosankan hingga membawa kita ke puncak bukit dimana monument patung Jhon Knok menjulang kokoh di sana. Tepat di puncak bukit yang tingginya 87 meter dari permukaan laut.

Tidaklah heran jika monument John Knok yang dirancang oleh arsitek William Waren ini menempati posisi puncak Glasgow Necropolis, sebagai penghargaan tertinggi atas jasa yang diberikan John Knok sebagai tokoh terkemuka Scotlandia. Uniknya, jasad John Knok sendiri sebenarnya tidak bersemayam di bawah monument tersebut. Melainkan bersemayam di Endinburg Car Park. Sebuah area parkir mobil di Kota Edinburg.
Dan seterusnya.. dan seterusnya…

Hal-hal yang seperti itulah kadang memiliki nilai plus untuk editor. Bahwa ternyata dari kuburan ada sebuah cerita.

Jadi, kalau ada pertanyaan: Kira-kira dari sisi apa yang menarik untuk dijadikan objek tulisan? jawabannya adalah berilah informasi yang belum diketahui orang banyak.

Misalnya tentang bunga raflesia (sesuai dengan tempat wisata yang akan anda kunjungi). Pancinglah pembaca dengan kalimat tanya. Apakah bunga raflesia dan bunga bangkai itu sama?

Lalu, bagaimana cara mengetahui sisi menarik sebuah objek wisata? Salah satunya adalah membaca banyak referensi tentang objek wisata tersebut. Bukankah dengan banyak baca jadi banyak tahu?

Misal, ketika berwisata ke Tangkuban perahu, jangan melulu menceritakan legenda Sangkuriang yang jatuh cinta pada ibunya, Dayang Sumbi. Lalu kemudian Sangkuriang menendang perahu buatannya hingga telungkup dan menyerupai perahu terbalik. Rasanya semua orang sudah tahu akan hal itu. Tapi, cobalah sambungkan Tangkuban Perahu dengan letusan gunung purba. Karena ternyata, sudut pandang gunung berbentuk perahu terbalik itu tidak sama jika dilihat dari sisi lainnya. Hal ini pernah saya baca di status FBnya Bapak Bumi, Pak Bachtiar yang baik hati 😀
(Ini cuman contoh saja loh ya…) 😉

Contoh lainnya. Ketika saya ke Cheddar Village, saya baru tahu bahwa desa merupakan sentral keju Inggris sejak berabad-abad lamanya. Saya baca-baca referensi lainnya. Kenapa keju yang dihasilkan di desa ini begitu enak? Ternyata sebuah fakta membuktikan bahwa rumput di desa ini berkualitas tinggi. Hingga produksi susu sapi yang dihasilkan para sapi itu bagus pula. Efeknya, susu sapi kualitas tinggi mempengaruhi hasil akhir si keju. Beuhhh… bisa segitunya ya?
(Tentang Desa Cheddar bisa dibaca lebih lanjut di buku Jelajah Inggris, hahaha… teuteuupppp…. promo)

Kok pembahasannya jadi panjang kali lebar gini ya? hehe..

Kembali ke laptop pertanyaan tadi: Kira-kira dari sisi apa yang menarik untuk dijadikan objek tulisan.

Jawabannya: sisi manapun akan terlihat menarik jika memasukkan informasi-informasi menarik, detail dan ada unsur kekininiannya 😀

Hmm…. jadi, ya.. gitu aja deh, hehee…
Maap klo jawabannya kurang memuaskan.

Tips Menulis Tulisan Perjalanan, Sekali Dayung, 2,3,4,5 … Artikel Mejeng di Media

Ibarat kata, sekali dayung 2-3 pulau terlampaui. Hal itu berlaku juga buat saya ketika melakukan trip ke suatu tempat.

Contohnya saja, 2 kali saya ngetrip ke Scotland, menelurkan 17 artikel yang dimuat di 8 media cetak Indonesia, berikut ini:

  1. Tabloid Prioritas, yang ini, ini, ini dan ini.
  2. Koran Republika, yang ini, ini, dan ini.
  3. Koran Suara Merdeka, di sini.
  4. Koran Pikiran Rakyat, yang ini, ini, ini dan ini.
  5. Majalah Ummi, di sini.
  6. Majalah Parenting Indonesia, di sini.
  7. Majalah Griya Asri, ini dan ini. 
  8. Majalah Anak Soca, di sini.

Kok bisa? Gimana caranya?
Berikut caranya:

  • Lakukan road trip. Saya dan keluarga lebih senang melakukan perjalanan darat dengan menggunakan mobil sendiri. Kebayang ga sih, serunya melintas England-Scotland. Selama 5 hari. Menginap di 4 hotel yang berbeda. Pergi subuh. Pulang malam.
  • Dalam sehari, kita bisa mengunjungi 3-4 destinasi.
  • Cari destinasi yang bernilai jual artikel 😀 alias tempat yang seru-seru.
  • Bawalah serta laptop anda selagi ngetrip, kali-kali aja ada mood untuk nulis kisi-kisi tulisan perjalanan kita. Tapi kalau saya sih, waktunya ngetrip, waktunya main dan bersenang-senang.
  • Sepulang ngetrip (sesudah bebenah tektekbengek urusan dan hati tenang) barulah pecah-pecah tulisan kita. Misal, hari pertama, berapa destinasi, kira-kira cocoknya dikirim ke media mana, ya? hari kedua.. cocoknya untuk media mana? dan seterusnya.
  • Kalau ada satu destinasi yang menyimpan banyak ulasan, bisa dibuat satu artikel penuh.

Ya udah, gitu aja.

Sama halnya Scotland yang menyimpan puluhan destinasi asyik dan menarik. Cornwall pun demikian. 2-3 kali ngetrip ga akan pernah puas rasanya. Padahal sekali ngetrip, biasanya kami menghabiskan waktu 3 hari.

Beberapa hari lalu saya kan pernah posting destinasi Cornwall di sini. Nah, kemaren, Minggu, 15 Maret 2015, satu lagi tulisan perjalanan saya yang mengambil destinasi Cornwall dimuat lagi di Republika.

republika minack2

Jalan-Jalan dapat Uang

Jaman sekarang, rasanya, plesiran bukan lagi masuk kebutuhan tertier (cie.. inget pelajaran SD apa SMP taun 80’an) 😀

Jaman sekarang, jalan-jalan/plesiran/liburan/traveling/backpack, apapun itu sebutannya, rasanya udah masuk ke dalam kebutuhan kedua. Yang bertujuan untuk melepas penat akan rutinitas yang kita lakoni hari demi hari, minggu demi minggu, bulan demi bulan, ya gak?

Apapun jenis liburannya, kamu bisa loh menjual cerita perjalananmu itu. Seperti yang saya lalukan, heuheu.. matre.

Dulu, saya kalau jalan, ya jalan aja. Lama-lama, saya pikir, lidah dan otak saya belum tentu mampu menyimpan semua perjalanan saya yang nanti bisa diceritakan kepada anak cucu… ttsaaaahh… panjang amat mikirnya 😛

Etapi, bener kejadian loh, catatan perjalanan saya itu sudah berwujud buku yang bisa saya wariskan ke anak cucu 😀

Kebayang, ntar klo udah jadi nenek, (time flies, init?) saya akan bilang: “Ini loh, cu.. nenek pernah travel ke sini, ke sini, ke sini dst, sambil menunjukkan buku saya 😀

Kembali ke laptop! topik. Jadi, dulu saya suka menuliskannya di blog. Waktu itu masih jaman MP, dengan akun ceuosi. Tapi kemudian MP digusur 🙁 Jadi males ngeblog lagi deh.

Tapi, semua ada hikmahnya. Setelah rumah maya saya digusur, curhatan saya ganti wadah. Yang asalnya di blog, jadi di media cetak. Jatuh bangun saya mengirimkan tulisan ke media (lebayyy…) mulai awal 2012.

Sekalinya mejeng di media senengnya gak ketulungan, jadi tambah semangat deh. Salah satu genre favorit saya adalah tulisan perjalanan. Karena nulisnya ringan. Udah jalan-jalan, otak jadi fresh, nulis jadi semangat, dikirim ke media, eh dapat honor pulak 😉

Sekarang kita hitung, ada berapa puluh media yang betebaran di Indonesia. Baik koran lokal maupun nasional, baik majalah pria, wanita, keluarga, traveling, dll. Ehmm.. lahan yang bagus untuk kita jajal kan?

Makanya, buruan jajal…

Ada yang bilang, tapi kan maen kudu ngemodal duit. Ye… anggap aja kalu kita udah niat maen, itu ga termasuk modal. Kan emang niatnya mau jalan 😀

Beda cerita, kalu emang sengaja travel buat bikin tulper. Etapi, maen/travel/jalan/backpack, apapun itu namanya, gak kudu keluar uang banyak, kok. Asal kamu pintar nyari destinasinya. Gak usah jauh-jauh, asal ada nilai jual wisatanya. Percaya ga? di tulisan saya ini, modalnya cuman urunan 50 rebu doang. Klo gak percaya, tanya aja kang Rudy, ketua KUJnya. 😉

Satu tip lagi, cari destinasi yang ga itu-itu aja. Kebayang ga? udah jauh-jauh ke Bali (dengan niat nyari bahan tulper), maen ke kuta n tempat yang itu-itu aja, trus pas nawarin ke beberapa media, trus editornya bilang: “Maaf destinasi itu udah sering diulas.” Majleb banget kan? sakitnya tuh di sini! nunjuk dompet 😛

Jadi, ya gitu deh. Kesimpulannya:

  • Kalu maen/travel/jalan-jalan/backpack/plesiran, dibikin tulpernya,  kirim ke media.
  • Cari destinasi yang gak itu-itu aja. Etau gak? sy pernah bikin tulper dengan destinasi kuburan? ga percaya? silakan merapat ke sini.
  • Cari destinasi yang dekat tapi bernilai jual tulper.
  • Kalu dimuat di media, kesenangannya jadi dobel. Udah refresing, bersenang-senang, dapet duit pulak 😉

Ini contoh point 3, cari destinasi yang dekat, tapi bernilai jual tulper. Karena waktu itu lagi ada event bagus.
Lokasi: kota sebelah, Kota Tua Tewkesbury.

Dimuat di Koran Republika minggu ke-2 Desember. Lagi-lagi males mosting, baru kali ini dipajang di blog 😉

leisurepublika tewkesbury1

leisurepublika tewkesbury2

 

 

Tips Menulis, Foto Untuk Tulisan Perjalanan

Menulis tulisan perjalanan yang akan dikirimkan ke media pastinya sangat berhubungan erat dengan foto. Foto adalah bentuk visual dari apa yang kita deskripsikan dalam narasi. Jadi tulisan perjalanan itu akan bernilai plus jika didukung oleh kualitas foto yang baik.

Sebelum sedikit berbagi tentang foto untuk tulisan perjalanan, saya kilas balik. Dulu saya sangat awam dalam tulisan perjalanan. Ketika membaca rubrik tulisan perjalanan sebuah koran, terbersit, ah, saya juga bisa menulis seperti ini mah. Lalu, saya kirimlah tulisan perjalanan tersebut.

Tunggu punya tunggu, tulisan itu tak muncul juga. Bertanyalah saya kepada editornya. Beliaupun membalas kemudian. “Tulisannya sudah okey. Tapi maaf, fotonya pendukungnya tidak ada yang sesuai. Kalau bisa tolong kirimkan lagi foto-foto destinasi/objek wisata, minus penulisnya. 😀

Olala, itulah pelajaran pertama otodidak yang saya dapatkan dalam menulis tulisan perjalan. Saya liat lagi attach email yang saya kirimkan. Benar saja, dari sekian foto yang saya kirimkan semua ada foto sayanya yang lagi mejeng. Heuheu.. jadi malu, kenarsisan. Baiklah.

Untungnya, lokasi destinasi itu tidak jauh dari rumah saya. Di lain kesempatan, saya kembali ke sana hanya untuk mengambil foto. Dikirimlah foto tersebut. Dan tak lama, tulisan pertama di itu pun mejeng di sini.

Kesimpulan 1:

Kurangilah kenarsisan anda. Yang dibutuhkan adalah foto destinasinya/objek wisatanya, bukan andanya 😀

***

Sejak itu, saya mengurangi kenarsisan saya. Bahkan, sekarang saya lebih senang memotret teman seperjalanan. Terbukti waktu ke London kemarin. Perbandingan foto saya dan teman-teman, mungkin ada 1:12 😀

Pelajaran otodidak kedua, setelah re-take foto untuk koran SM di atas. Saya juga re-take foto untuk sebuah majalah keren. Dimana foto-foto yang mejeng di sana hasil jepretan para fotografer andal.

Re-take ini bukan karena ada sayanya. Tapi karena kualitas gambarnya. Maklumlah, saya kan cuman emak-emak yang asal jepret kalo lagi motret. 😀

Demi sebuah kebaikan dan ilmu yang bermanfaat, akhirnya saya re-take foto untuk artikel ini (untung lokasinya gak begitu jauh). Sedikit bocoran, seorang fotografer majalah ini sangat baik sekali mau mengajari saya gimana cara ngambil gambar yang baik. Makasih mas. Makasih juga Bu Pemred yang baik hati 😉

Kesimpulan 2:

Kualitas foto harus diperhatikan.

Rasanya ada kepuasan tersendiri ketika foto kita berhasil nampang dengan kualitas yang memuaskan.

Itulah pelajaran yang saya dapatkan, selalu ada ilmu baru.

Bagi saya, setiap media yang saya jajal, ada ceritanya masing-masing.

Dan ini adalah artikel kelima di Majalah tersebut (tulisan lama sih) 😀

Griya asri 1

griya asri 2

Lake Distric Captured