Category Archives: Tulisan Perjalanan

Info Seputar Locker di Bandara

Di postingan lalu, saya ceritakan tentang kepulangan saya ke Inggris yang penuh drama di link berikut ini:

Rekor, Perjalanan Indonesia-Inggris 2,5 hari.

Di postingan tersebut, saya harus habiskan waktu 7 jam di bandara sebelum terbang ke Inggris memeluk orang-orang terkasih yang selama sebulan itu saya tinggalkan.

7 jam? di bandara? kebayangkan kan kesel bin BTnya minta ampun.

Waktu itu, saya berpikir, hmm.. baiknya saya ke kost’an sepupu saja aja dulu. Mayan kan bisa rebahan, tiduran, makan-makan atau jalan-jalan mungkin. Atau, janjian ketemuan sama teman.

Dalam memikirkan hal itu, saya berpikir, ngak mungkin kan saya membawa koper sebanyak dan seberat ini. 2 koper besar (bagasi), satu koper kecil (kabin) dan sebuah ransel. Klo ransel mah enteng, saya gak bisa travel tanpa nemplokin benda yang satu ini di punggung saya.

Baiklah, hal pertama yang harus saya lakukan adalah, mencari informasi. Setahu saya, kalau di bandara luar negeri ada locker tempat penitipan koper. Harusnya di Bandara Soeta juga ada dong ya? Iya dong.

Saya hampiri meja informasi. Oh, ternyata ada di lantai bawah. Bergegaslah saya menuju lift yang harus melewati pintu bandara. Adempun berganti panas. Waktu itu, waktunya musim umroh, maksudnya, Desember-Januari itu memang peminat umroh cukup membludak sehingga saya harus menunggu antrian lift. Dimana dari dua lift hanya satu yang beroperasi. Yang mana masing-masing orang membawa troley pula seperti halnya saya.

Tiba di bawah, saya clingukan. Saya pikir konter atau tempat locker penitipan koper itu gede. Taunya kecil banget 😀
Letaknya dekat terminal kedatangan Internasional (terminal 2)

Saya pun masuk dan coba bertanya berapa tarifnya, mudah-mudahan gak mahal dan mudah-mudahan bisa itungannya per jam.

Ternyata, ngitungnya per hari alias per 24 jam. Walaupun sebenernya saya cuma mau nitipin sekitar 5-6 jam doang. Tapi ya gimana ya.. ya sutralah..

Petugas: Ditimbang dulu yang bu!
Saya       : saya?
Petugas: kopernya bu! 😀
Oh… 😀

Saya pikir, itungannya total berat barang bawaan. Taunya ditimbang per-koper.
Bentar, saya cari bukti slipnya tapi kok ya ilang.
Seingat saya, total saya bayar 115k apa 135k gitu. Dengan rincian, 1 koper L, 2 koper M.
Karena itungan berat koper berdasarkan ukuran S, M, L, EL (kayak ukuran baju ya?) 😀

Small             =    0 – 10kg
Medium        = 11 – 20kg
Large             = 21 – 30kg
Extra Large = 31 – 50kg

Nah, soal harga per-kriteria itu yang saya lupa, klo liat websitenya urutannya 25k, 35k, 45k, 55k (2011).
Duh, sayang slipnya gak tau nyelip dimana, biasanya saya tertib loh dalam pengarsipan. Mungkin karena waktu itu saya BT kali ye.. Ntar klo slipnya ketemu n ada ketidakcocokan tarif, nanti saya koreksi.

Kalau ada pembaca yang mengalami hal serupa dengan saya (nitip di locker Bandara Soeta) boleh dikoment ya kaka…

Tempat penitipan barang di bandara

Anyway, ketiga koper itupun saya titipkan, plus bonus, jaket Eiger, si jaket kojo itupun saya titipkan pula. Setelah slipnya saya masukin ke ransel Eiger yang juga ransel kojo melengganglah saya dengan bebas dan ringan.

Ransel keren

Setelah itu, hal pertama yang saya lakukan adalah makan dulu. Di salah satu resto cepat saji yang ada di Bandara Soeta. Sambil kontak-kontakan dengan sepupu saya yang kerja di Jakarta. Jauh dari bandara sih, sekitar 40 menit perjalanan. Tapi tak mengapa, tadinya mau sekedar ngaso bentar di rumahnya dia. Etaunya beliau lagi dinas ke luar kota.

KFC Bandara

Hmm.. yasud. Dengan dititipkannya koper tersebut saya jadi bebas ke toilet. Tadinya sempet berpikir ini troley isi 3 koper klo sy ke toilet pengimane urusannya? trus klo mau sholat pegimane pula urusannya?

Dengan dititipkannya ketiga koper itu kan saya jadi khusuk sholat di mushola bandara sambil leyeh-leyeh santai di dalam bandara.

Ruang tunggu bandara
Ngaso dulu ah.. untung sepatu dan celana panjangnya nyaman dipake jarah jauh.

Singkat cerita, selang beberapa jam kemudian, saya pikir, sudah waktunya saya check in.

Saya ambilah ketiga koper itu di tempat penitipan barang aka Left Baggage Service atau istilah lainnya locker.

lalu, chek in lah saya.

Dan taukah pemirsah? drama ketinggalan passport berPermanent Resident yang tertinggal di Bandung itu? Kalau belum tau tragedinya, silakan baca dulu artikel berikut ini 😀

Seperti kesimpulan drama di malam itu, akhirnya saya memutuskan menginap di rumah emak. Dan tau dong, betapa rempongnya bawa-bawa 3 koper ini. Akhirnya, saya kembali ke tempat Penitipan Barang aka Left Baggage bin Locker.

Maksud saya, penitipan barang di sana itu kan berlaku 24 jam. Nah, tadi kan saya cuma nitipin sekitar 5 jam doang. Saya pikir, boleh dong nerusin yang tadi 😀

Ealah.. tapi tak begitu kawan. Katanya, karena saya sudah menandatangi pengambilan barang. Kalau mau nitip lagi harus bikin slip baru lagi dan bla.. bla.. bla…

Baiklah, ketiga koper itupun kubawa keluar bandara, padahal besok bakal kesini lagi pulak.

Bener ya, pengalaman itu gak selalu harus manis, sesekali miliki pengalaman ngenes seperti ini tuh bikin hidup makin hidup. Bikin kita mangkin banyak tau segala hal.

Satu hal lainnya, saya jadi bisa berbagi informasi kepada Anda. Semisal kamu transit di Bandara Soeta terus mau travel kemana dulu gitu tanpa rempong bawa koper gede, titipin aja di sini.

Bandung, Sulap Kawasan Macet Jadi Tepat Bermain Sepatu Roda

Ada sisa cerita mudik kemarin.

Sunguh, 10 tahun yang lalu, jalanan Bandung adalah tempat keliaran saya. Sejak pagi hingga sore hari bahkan sering pula pulang malam. Nganter sekolah dua bocah, satu SD satu SMP. Jemput sore. Les sana-sini, serta kerjaan lainnya. Salah satu rute rutin saya adalah Kiaracondong – Supratman – Katamso.

Di tahun 2007 saja beberapa ruas jalanan Bandung udah banyak yang macet. Beberapa kali mudik, kemacetan Bandung makin parah. Hal ini membuat saya jadi ngak PD bawa motor. Mungkin karena biasa di UK (khususnya Worcester) jalanan lengang dan tertib.

Dari sekian banyak titik kemacetan Bandung Jalan Supratman salah satunya. Mungkin karena di area ini banyak terdapat sekolahan dan perkantoran, tak heran jika setiap pagi-sore bahkan jelang magrib masih juga macet. Mungkin juga karena faktor lainnya, antar stopan jaraknya kurang panjang sehingga mengganggu laju kendaraan.

Namun, ada sesuatu yang berbeda di kepulangan saya Desember lalu itu.

Jadi, seusai meliput kegiatan 1212 di Gasibu lalu, saya janji ketemuan dengan dua orang teman di Taman Pramuka, kebetulan di sana ada event lempar pisau skala besar dan teman saya main di sana.

Sebagai tukang momotoran, sumpeh saya bingung harus pake angkot apa untuk menuju kesana. Padahal jaraknya gak jauh-jauh amat. Sempat menelfon teman, menanyakan angkot jurusan apa untuk bisa tiba di sana. Tapi teuteup aja ujung-ujungnya nyasar juga.

Niat hati pake angkot pengen turun di Taman Pramuka, malah gagal paham, turun di Taman Supratman. Hadeuhhh…

Sambil clingukan n buka HP. Uwow… ternyata di area terbuka itu ada Wifinya. Bandung juara! Jujur, ini baru kali pertama saya di Bandung, duduk di taman n pake Wifi gratis. Bandungku banyak berubah. Jempol buat Kang Emil.

Sambil nyusun strategi, sekarang mau kemana? pake apa? tetiba kulihat ada tukang es potong tak jauh dari taman. Merapatlah saya kesana. Dibeli sepotong es potong. Kuperhatikan, kok banyak anak-anak bermain sepatu roda di sana.

Bentar, ini kan ruas jalan?!

Sambil binggung saya clingukan. Layaiyah, ini ruas jalan. Ruas jalan yang dulu, 10 tahun lalu, sering saya lalui kalau mengantar dua anakku les di Cinderela n Tridaya. Loh, kenapa kawasan macet itu malah dipake area bermain sepatu roda.

Ternyata, rupanya, ruas jalan yang tak panjang ini menjadi salah satu biang kemacetan karena ruasnya tak panjang terhalang beberapa persimpangan, maka dari itu menghambat laju kendaraan yang padat.

Karena alasan itulah, ruas jalan ini ditutup, lalu jalur kendaraan dibuat memutar ke ke kiri mengikuti alur sebundaran Taman Supratman dan ternyata itu berhasil. Kenapa gak dari dulu ya? 😀

Nah, bagaimana dengan ruas jalan yang ditutup tersebut. Dari pada nganggur tentunya lebih baik dimanfaatkan dong ya? Oleh karena itulah saat di sini dijadikan area bermain sepatu oleh anak-anak. Sementara itu, orang tua pengantar, asik-asikan, ibu-bapanya duduk di tepian trotoar, tepian taman, menikmati rindangnya pepohonan yang memayungi mereka. Asikkk euy…

Tempat bermain sepatu roda di bandung

Ada juga remaja-remaja yang duduk-duduk di pinggiran sana sambil membuka laptonya. Entah sedang belajar kelompok entah hanya sekadar memanfaatkan Wifi gratis.

Melihat bocah-bocah itu bermain sepatu roda, asik sekali, terpikirlah olehku. Kamera…. action! 😀 😀

Jadilah ketersesatan siang itu sebuah video CJ yang kemudian tayang pada Selasa 14 February lalu.

Mau lihat seperti apa area sepatu roda di ruas jalan tersebut?

Pesan moral:
Jangan sesali yang terjadi, karena pasti itu rencana Tuhan 
(Rosimeilani.com)

Seram! Hantu-hantu Bergentayangan di Bandung.

foto seram

Pocong, kuntilanak, genderewo, nenek lampir, valaks dan masih banyak lagi jenis hantu lainnya biasanya hanya kita temukan dalam cerita ataupun film horor. Tapi, di Bandung kita bisa temukan mereka bergentayangannya di jalanan.

Ya, di Jalan Asia Afrika yang terkenal akan sejarahnya, Konferensi Asia Afrika, kita akan banyak temukan hantu berkeliaran di sana. Saat malam hari, antara lampu temaram, lalu lalang orang dan hantu-hantu bergentayangan ada rasa takut tapi juga seru.

Bagi sebagian orang mungkin itu menakutkan. Apalagi ada hantu-hantu yang berdiri di pojokan sudut temaram. Tapi ada juga orang-orang yang merasa senang seru-seruan. Ya, karena berbagai jenis hantu itu bukan hantu betulan. Melainkan hantu-hantuan. Alias para pekerja kreatif yang bisa memanfaatkan moment.

Kerennya, semua hantu tersebut berkostum, berakting dan ber-make up total. Jadi, melihat hantu-hantu tersebut, seremnya dapet, ngerinya berasa.

Sebagai kota yang memiliki banyak objek wisata, wisata hantu di seputaran Jalan Asia Afrika ini bisa dijadikan destinasi kunjungan kamu saat melancong ke Bandung. Biasanya, wisata hantu ini amat ramai di akhir pekan. Bahkan, hingga tengah malam lewat. Namun, buat kamu yang mau menjajal Jalan Asian Afrika selain akhir pekan juga gak papa. Karena aneka jenis hantu tersebut hadir setiap malam demi menghibur para wisatawan.

Tak hanya berbagai jenis hantu, di sinipun kamu bakal temukan banyak  superhero. Batman, Superman, Power Ranger dan masih banyak lagi karakter superhero lainnya. Seperti halnya si hantu-hantuan, superhero ini berkosum total pula, plus masker dan aksesoris pendukun lainnya. Bahkan sampai ada yang kostunya menyala-nyala layaknya robot beneran. Pokoknya, TOP banget buat akang-teteh hantu dan superhero Kota Bandung yang total dalam bekerja. Jempol!

Meski hantunya seram-seram dan superheronya sok gagah dan sok jaim, tapi semuanya ramah dan asik untuk diajak berfoto bersama. Tak lain untuk menyenangkan para pengunjung.

Oiya, untuk mengapresiasi hantu dan superhero yang kita ajak selfie tersebut, jangan lupa isi kotak rupiah yang mereka sediakan. Karena itulah mata pencaharian mereka.

Jalan-jalan pada Sabtu malam ke Jalan Asia Afrika yang saya lakukan ini terjadi tanpa sengaja. Setelah ngupi-ngupi di salah satu cafe Jalan Pasteur Bandung, saya diajak ke sini. Diluar dugaan, ternyata, wisata hantu ini seru juga. Secara, hangout sampai malam, di kota kelahiranku sendiri. Duh, Bandung banyak berubah. Secara, setiap mudik ke Bandung gak pernah kelayapan sampai semalam ini. Soalnya, setiap mudik bawa pasukan lengkap, suami dan anak-anak 😀

Mau lihat seperti apa hantu-hantu Bandung itu bergentayangan? Ini dia liputannya:

Rekor! Perjalanan Indonesia-Inggris 2,5 hari.


Duh, semenjak balik dari tanah air penyakit mualku kambuh berkepanjangan.
Mual?
Iya mual.
Mualles buaget.
Males kutak-ketik, males nulis, sekaligus males ngeblog.
Tapi, mual ini harus kusingkirkan!

Dan akhirnya, kutulis jualah sisa cerita mudik kemarin itu.

Banyak yang ingin kuceritakan keseruan dan keharuan sebulan berada di tanah air, minus di tanah suci kurleb 9 hari.

Tapi, dari sekian banyak cerita seru, haru dan syahdu itu ada cerita yang paling heboh dan drama banget.

Bayangin!
Baru kali Ini saya alami (semoga tak terulang lagi) perjalanan terperpanjang Indonesia-Inggris 2 hari setengah. BTnya..
Tapi, gimana lagi. Bukankah semua ini sudah ada yang mengaturnya, iya kan?

Awal kisah….

Hari terakhir di Tanah air yang sedianya berakhir manis malah dramatis.

Diawali isu penutupan jalan tol Cipularang karena jembatan Cisomang bergeser, maka saya pun memperkirakan Bandung – CGK 10 jam (sesuai info dari perusahaan jasa angkutan).

Ternyata, isu tersebut hanya berlaku bagi kendaraan besar alias bus. Memang, kedatangan saya dari CGK-BDG sebulan lalu pake Bus Prima Jasa. Nah, pulangnya ini BDG-CGK pake Prima Jasa Shuttle. Jadi si mobil isi 8 penumpang ini boleh masuk tol Cipularang. Waktu tempuhnya pun bisa dibilang lancar jaya. Bandung – Bandara Soeta aka CGK hanya 3 jam saja. Walhasil, waktu yang sedianya saya anggarkan 10 jam tersisa 7 jam.

Hmm… ngapain dulu ya?…

Tiktok.. tiktok.. tiktok… 7  jam saya lalui.

Tibalah saatnya check in. Sepertinya saya adalah penumpang yang paling awal check in.

Dan, di sinilah drama dimulai. Eng.. ing.. eng…

Di counter check in…
Dua koper gede udah ditimbang, sambil saya menyerahkan passport pada mas-mas yang baik hati dan ramah. Eh ternyata, doi bilang maksimal 32 kg lebih dikit cingcai lah…
Asik… isi koper kabinpun saya brudulin lalu masukin yang berat-berat ke kedua koper itu.

Saya       : “Wah, totalnya 32 kilo lebih ya mas?” tanya saya.
Petugas: “Iya, bu. Gak papa kok,” ujarnya.
Sejurus itu, saya sodorkan passport lalu kemudian membereskan kembali koper kabin yang berantakan.

Petugas : “Sudah Permanent Resident (penduduk tetap di Inggris), ya bu?”
Saya        : “Iya,” ujar saya sambil lalu karena masih beberes.
P : “Boleh lihat kartu Permanent Residentnya?”
S : PRnya (Permanent Resident ID) tidak berupa kartu mas. Tapi tertempel di passportnya.
Saya masih sibuk beberes sesekali ngeliat si mas petugas yang nampak kebingunggan membolak-balikkan passport ijo saya.

Akhirnya mas petugas nyerah. Sedangkan saya begitu tenang dan PD.
Sekali lagi si mas petugas itu bertanya. Sekali lagi pula saya menjelaskan kalo stiker PR saya ada di sana. Di passport ijo saya tersebut.

Tapi.. sebentar!
Kok, passport saya tipis ya?
Bentar.. bentar… sekarang giliran saya yang binggung pleus panik.

P : “PRnya sebelah mana, buk?”
S : Ya Allah, Ya Rabb, Astagfirullah..
Jantung berdebar, badan memanas, keringetan saya, lutut lemes, bibir pecah-pecah.. lol! yang terakhir mah gak termasuk.

Yang jelas saat itu saya pengen teriak, seteriak-teriaknya. Sempet ajrut-ajrutan dan mengekpesikan kekesalan saya di depan konter check in tersebut. Untung kosong. Dan si mas petugasnya paham betul kondisi saya.
Sekarang saya panik dan bingung, sementara si mas itu tenang dan menenangkan.

Kilas balik…

Jadi, salah satu syarat menjadi Permanent Resident Inggris itu adalah selambat-lambatnya sudah menetap di Inggris selama lima tahun berturut-turut. Nah, di tahun 2011 kami sekeluarga sudah mendapatkan itu. Sebetulnya saya masuk UK tahun 2007, tapi hitungannya mengikuti suami yang masuk UK duluan.

Adapun bentuk PR ID tersebut berupa stiker yang ditempel di passport. PR berlaku tanpa batas. Tapi kalau passport (Indonesia) ada batas waktunya yang tentunya harus terus diganti/diperpanjang.

Nah, selama masa itu, kami beberapa kali ganti/perpanjang passport. Dan selama itu pula jika kami keluar masuk UK-Indonesia, passport terbaru dan passport lama yang ada stiker PRnya selalu bersama bagaikan kembar siam 😀
Tapi karena satu dan lainnya hal (ceritanya panjang) dua kesatuan passport saya itu terlepas satu  sama lain, bagai si kembar yang terpisah 😀 😀

Jadi, PR ID ini ibarat kunci kita masuk kembali ke negara pemberi PR.
Dimana dalam hal ini adalah negara Inggris.
Jika misalnya memaksa tetap berangkat. Dari Indonesia bisa saja memberangkatkan kita. Tapi begitu sampai di Inggris kita gak boleh masuk Inggris.
Lah gimana dong.

Passport
Nah, gara-gara selembar ID ini lah cerita ini berawal 😀
Beginilah penampakkannya Permanent Resident atau Residence Permit.
Foto diambil saat transit di Bandar Abu Dhabi.

Anyway, Sekarang saya harus pegimana?!£$%£
Kembali panik.

Saya       : “Jadi mas, PR saya ada di passport lama saya.”
Petugas : “Lalu, passport lamanya dimana, buk.”
S : “Itu dia!” ehmmm…
P : “Coba ibu ingat-ingat lagi. Dimana ibu menyimpannya?”
Hmmm..
Hmmm..
Saya raba ransel, koper kabin, saku-saku jaket, saku celana (ya gak mungkin laya..)
Hmmm…

P : “Mungkin di koper ini?” Si mas menunjuk koper item, saya menggeleng. Mungkin di koper ini?” dia menunjuk koper merah, saya tetap menggeleng.
Sejurus itu berpikir keras lalu sedikit-sedikit terlintas terang.
S : “Oh… yakin ketinggalan ini mah.”

P : “Ketinggalannya dimana buk?”
S : “Bandung!”
Tepok jidatt!

Sementara itu saya minta waktu untuk berpikir dan menelpon kakak di Bandung memastikan passport saya ada di sana.

Dan, benar adanya.
Duh, rasanya pengen nangis berguling-guling di lantai.

BDG – CGK 3 jam sob. Jadi musti pegimane?

S : “Mas, saya bisa rebook gak? Biar nanti saya bayar biaya rebooknya.”
P : Turkish Airline, penerbangannya hanya sehari sekali dan hanya di jam ini (jam 9 malam). Rebook ganti hari besok mau? Bentar saya ke bagian tiketing dulu.
Dan dua stiker labeling untuk koper bagasi itupun disobek di depan mata.
Itu artinya si mas itupun memberi sinyal gagal terbang saya. Hiks!
Sakitnya tuh di sini!
*nunjuk dompet*

Beberapa menit, diantara bengong, kosong, kesel, BT, bingung gak jelas, si mas nyamperin.
P : “Gak bisa rebook buk. Soalnya ibu beli tiketnya tiket promo.”
S : “Ealah iyah!” saya mangap. “Kalau begitu, alternatif lainnya gimana?”
P : “Ibu beli tiket baru untuk penerbangan hari ini.”
S : “Berapa?”
P : “14 Jeti.”
Lah, tapi kan buat apa juga dong ah.
S : “Kalau untuk besok?”
P : “Kalau untuk keberangkatan besok, 17 jeti.”
S : Hmm.. berikan saya waktu untuk berpikir dan menepi dari kekalutan ini. Eaaa..
(wkwkw.. ini mah drama sinetron indonesia dengan berbisik dalam hati)

Dan akhirnya si mas itu melepaskan dua koperku nan besar. Lalu saya berjalan lunglai menuju pojokan ruang yang amat luas itu. Kemudian saya ndeprok dipojokan sambil buka leptop, hape dan kontak-kontakan suami di seberang sana (cukup drama kah?) 😀

Keriweuhan itu diselingi telpon-telponan dengan saudara/i di Bandung ngomongin teknis pengiriman passportnya. Ralat, WA’an. Beruntung inet bandara gratis dan kenceng.

Jangan tanya betapa serunya perbincangan dan diskusi kami, saya dan suami, saya dan keluarga di Bandung, suami dan keluarga di Bandung. Mulai dari A sampe Z, mulai dari sebab musabab, sibuk mencari tiket murah, membandingan satu maskapai dengan yang lainnya, booking online, minta data ini itu.

Belum lagi masalah bagaimana dan kemana malam ini saya habiskan hari. Beberapa info saya dapatkan, menginap di hotel bandara 750k, di Ibis terdekat 350k, di hotel berjarak 25 menit bermobil dari bandara 290k. Jatuh pilihan, pada penawaran adik ipar.

Dari A sampai Z itupun beres. Tiket didapat. Harganya lebih murah dari yang ditawarkan bagian tiketing. Passport mau dianterin ipar, dari Bandung jam 1 malam, pakai kereta, perkiraan nyampe subuh. Saya akan bermalam di Tangerang.

Asiknya bertaksi ria, 200k kenyang! 😀

Dari Bandara ke rumah emak (tempat saya menginap, mertuanya adik ipar) ada drama lagi. Diajak muter-muter sama tukang taksi. Waktu yang sedianya kata adik ipar sekitar 15 menit menuju rumah emak, jadinya sekitar setengah jam lebih. Entah supir taksinya ngak apal jalan, entah.

Pa supirnya udah tua, taksinya gak dilengkapi GPS, bahkan ia gak tau apa itu GPS. Saya gak pake taksi berbasis aplikasi karena gak punya nomor Indonesia, akibat ketinggalan di hotel waktu ganti nomor Saudi saat umroh lalu.

Oiya, tentang cerita umroh, saya kasih linknya di bawah. Betapa mimpi itu menjadi nyata. Setahun mengumpulkan rupiah, dengan kuasaNYA, Alhamdulillah, saya sekaligus mengumrohkan bapak, Karena Allah  memampukan orang yang terpanggil.

Di dalam perjalanan pa supir tanya-tanya, saya pun tanya-tanya, walhasil malah jadilah curhat-curhatan tentang hidup. Hidup dia berat. Apalagi sejak adanya saingan taksi berbasis aplikasi. Keluarganya kembali ke kampung dan sebagianya dan sebagainya.

Meski hati lagi dongkol tapi saya masih bersyukur. Kami sekeluarga masih bisa berkumpul bersama. Kadang kita merasa susah, padahal banyak orang yang lebih susah. Ngobrol udah ngalor-ngidul tapi ngak nyampe-nyampe juga nih.

“Kok kita ngak nyampe-nyampe ya, pa?” tanya saya.
Si taksi nyasar (mungkin) dan kami 4 kali bertanya pada  pedagang-pedagang pinggir jalan. Hadeuhh… jauh kali perjalanan kita nih!
Tapi, ya, dinikmati aja.

Ini kali kesekian saya ke rumah emak. Terakhir ke sini, waktu anak sulung saya masih kecil, sekarang dia udah mau lulus kuliah 😀
Bayangin, patokannya pesan WA yang terputus dengan info yang gak jelas. Karena ngandelin inet bandara tadi.
Patokan lainnya mesjid. Saya ingat betul dulu pernah sholat di mesjid itu. Hadeuh….
Anehnya meski daerah sana makin padat, malam nan gelap, mesjid kesilep toko-toko, alhamdulillah sampai juga.

Di argo tercetak nyaris 140k, ditambah tol, parkir bandara, saya paskan jadi 200k.
Dan pa supir itupun senang.
Semoga Allah berkahi pa supir yang banting tulang hingga larut malam.
Semoga berkah!

Jakarta panas.
Eh, Tanggerang bukan Jakarta kan ya?
Tapi keluarga kami kalo ke rumah emak  bilangnya Jakarta 😀

Nyampe sudah larut, untung tukang sate depan rumah masih ada. Makan sate kambing (berlemak pula), pake lontong, bumbu kacang, sambil ngobrol segala rupa sama emak, sampe nyaris tengah malam, mandi ah..

Gerahnya minta ampun. Jakarta nyamuknya gendut-gendut. Tidur di kamar pake kipas angin malah tambah enggap. Tidur di kursi ruang tamu diserang nyamuk. Sampe bentol disana sini.
Alhamdulillah udah lama gak digigit nyamuk. Nyaris 10 tahun di UK gak pernah dicium nyamuk.

Pagi hari si passport berPR datang. Alhamdulillah.
Kucium itu passport dan kupastikan ditempelin dengan passport satunya lagi. Kalian bersatu ya.. jangan berpisah lagi, nanti aku susah lagi 😀 😀

Dari pagi hingga siang udah gak sabar pengen pulang. Jam 12 lewat dipesenin taksi berbasis aplikasi. Murah banget. Ke bandara cuman 55k. Mobilnya bagus, ACnya kenceng, mas supirnya ganteng 😀 pake GPS pula, jadi gak musti tanya orang pinggir jalan gitu..

Pamitan sama emak, makasih mak. Kapan-kapan jumpa lagi.
Cuss.. ke bandara.
Kali ini cuman makan waktu sekitar 15 menit doang.

Rasa deg-degan yang kemarin, terasa lagi, pas di konter cek in. Semua koper gak dioprek-oprek lagi semalam. Dua koper masuk bagasi sudah. Cek passport n PR, dikasih tiket boarding. Plong!
Alhamdulillah.

Karena kemarin cari tiket murah, jadilah rute kepulangan sekarang ini muter-muter. Gak papa deh. Yang penting sampai ke rumah dengan selamat.

Adapun rutenya sbb:
CGK – Abu Dhabi
Abu Dhabi – Dublin
Dublin – Birmingham
(Dimana masing-masing trasit waktu tunggunya 2-3 jam. Ehmm..)
Birmingham – Worcester

Perjalanan panjang itu, memerlukan perlengkapan travel yang nyaman.
Sepatu. Biasanya kalo saya traveling jauh seperti ini harus pake sepatu yang empuk dan nyaman.
Celana panjang yang nyaman. Saya sukanya pada celana PDL (apasih nama istilahnya, pokonya bukan celana blue jeans yang ketat, karena bikin sesak) Secara, perjalanan lama gituloh.
Ransel. Kalau traveling saya paling suka pake ransel. Bawanya praktis, gak ribet, bisa muat banyak barang. Banyak bagian-bagian sesuai peruntukannya. Seperti ransel Eiger saya ini. Di bagian dalamnya ada tempat khusus untuk laptop, tempat dokumen, tempat nyimpan barang-barang barang besar dan barang-barang kecil dan masih banyak bagian-bagian lainnya yang di desain sedemikian rupa sesuai kebutuhan kita.
Jaket. Barang yang satu inipun gak boleh ketinggalan saat traveling. Secara, biasanya di bandara dan pesawat itu dingin loh. Pas udah nyampe Dublin apalagi, brrr.. Jaket juga bisa multi fungsi kalo lagi transit gini, mau slonjoran, si jaket bisa dijadiin selimut, bisa juga dijadiin alas kepala klo mau rebahan.

Eh, ransel, jacket, sepatu dan celana Eigerku warnanya senada ya? coklat dan item, warna traveler banget, warna alami 😀
Foto diambil saat transit di Bandara Abu Dhabi, dini hari, ngantuk bok, hoaammm…

Eiger, perlengkapan traveling

Dan, Alhamdulillah, tibalah saya di Worcester, Kamis, siang hari.

Jadi kalau ditotalkan perjalanan saya ini 2,5 hari. Door to door, keluar rumah di Bandung Selasa pagi, tgl 3 Januari.  Nyampe Kamis siang, 5 Januari. Inilah perjalan terpanjang Indonesia – UK yang saya alami. Rekor. Semoga tak terulang lagi.

Pesan moral:
So, buat kamu yang udah dapat PR, jangan sampe ketinggalan passport lamanya ya… 😉

Oiya, dan tentunya, semua yang kita alami ini adalah KuasaNYA. Yakin, pasti ada “sesuatu” yang ingin IA sampaikan kepada kita.