Semenjak di tinggal di sini, jadi suka nasi briyani euy..
Soalnya kalo ke Resto Asia Selatan, ini masih jadi udah familiar aja di lidah.
Dulu kirain bikinnya susah, tapi ternyata enggak juga tuh.
Soalnya udah praktekin sendiri.
Tapi ya.. ala-ala saya gitu…
Mau tahu cara bikinnya?
Intip di sini!
Sebagai kota besar, penduduk Bristol, Inggris terdiri dari berbagai ras dan berbagai negara asal. Maka tak heran jika di Bristol banyak terdapat restoran dengan cita rasa yang sangat beragam. Restoran bercita rasa Asia, Afrika, Italia, Timur Tengah dan lain sebagainya.
Nah, salah satu restoran bercita rasa Timur Tengah itu diantaranya ialah Restoran Lona yang menyajikan kuliner bercita rasa Libanon. Seperti halnya makanan Timur Tengah lainnya, di restoran libanon ini menunya banyak menawarkan sajian berbahan dasar daging kambing dan kelebihannya, semua sajian kambing di restoran ini tidak berbau kambing, dagingnya empuk dan rasanya enak.
Restoran ini berkonsep open kitchen sehingga kita bisa melihat secara seksama mereka mengolah makanan yang kita pesan. Open kitchennya terletak di samping ruang resto, dekat pintu masuk. Disana tersaji aneka daging (kambing, ayam, sapi, udang, ayam) dalam etalase kaca nan panjang, rapi dan bersih. Serta dua tusuk kebab (kambing dan ayam) super jumbo yang  tak henti berputar agar tetap hangat di open kitchen tersebut.
Menu yang ditawarkan beragam, dengan harga yang bervariasi mulai dari yang termurah berupa makanan pembuka seharga ÂŁ2,50 (sekitar 50.000 rupiah) sampai yang termahal seharga ÂŁ69,95 (sekitar 1.650.000 rupiah). Mahal? tidak juga! karena menu super jumbo ini merupakan paket makan bersama dalam sebuah wadah yang sangat besar.
Paket makan seperti ini tidak asing lagi bagi kuliner timur tengah, dimana mereka biasa makan rame-rame dalam satu wadah besar secara bersama-sama. Kami pun memesan makanan yang tertulis di menunya: “Lona round four”
Meski menu tersebut diseting untuk 4 orang namun sungguh diluar batas kemampuan makan orang Indonesia seperti kita ini. Walhasil satu nampan keramik itu habis oleh kami ber-7 orang dewasa.
Adapun isi dari nampan keramik super jumbo itu diantaranya: lapisan bawah berupa dua macam nasi (nasi gurih berwarna putih dan nasi kuskus berwarna kecoklatan), kentang goreng dan irisan kebab kambing serta ayam.
Lapisan kedua dan ketiga disusun chiken wing, chiken musahab, chiken kofta, lamb kufta, lamb mashwi, lamb arayas, shish taouk, iga sapi, ikan salmon, udang jumbo, serta potongan daging kambing, kesemuanya dibakar.
Pokoknya wuih.. menumpuk tinggi aneka daging di bawah nasi yang tak seberapa banyaknya. Karena orang indonesia terbiasa makan dengan porsi nasi yang lebih banyak dibandingkan lauknya. Pelengkap karbohidrat lainnya ialah roti naan yang lagi-lagi berukuran jumbo. Jadi sebetulnya porsi nasi bisa diganti dengan kentang goreng dan roti ini.
Menu rame-rame ini sangat cocok dimakan bersama teman dan keluarga. Jadi, meski harganya lebih dari 1,5 juta rupiah tapi jika dipukul rata ber-7 jatuhnya per orang hanya ÂŁ10 saja atau sekitar Rp.195.000 dengan kondisi perut yang super penuh.
Jadi ceritanya, makan-makan di resto Libanon ini sehari setelah acara BIS Gathering tempo hari, mumpung sedang di Bristol, ada yang ultah, sekalian perpisahan seorang teman yang akan kembali ke tanah air.
Fish and chips adalah makanan khas orang inggris. Berbahan dasar kentang goreng dan ikan digoreng tepung. Adapun jenis ikannya berupa ikan cod ataupun ikan haddock.
Menu yang bisa dijadikan makan siang, makan malam ataupun cemilan sore hari ini sangat mudah ditemukan di setiap sudut kota dan desa di Inggris.
Namun tahukah Anda toko fish and chips yang tertua di inggris terdapat di kota Oldham yang merupakan bagian wilayah Manchester. Jika saya sebutkan Oldham pastinya kurang familiar di telingga Anda. Tapi kalau saya sebutkan Manchester, pastilah Anda sudah sangat hafal sekali dengan kota ini. Iya kah?
Ya, benar. Manchester ini terkenal akan klub sepak bolanya, Manchester United dengan kandangnya Old Traford.
Toko fish and chips yang berada di kawasan Tommyfield Market ini bernama Levers. Berdiri sejak 1860. Wah, gak pegel tuh, pak? berdiri selama 156 taon? Duduk napa? đ
Keren ya, eksistensi fish and chips yang satu ini. 156 tahun gituloh!
Tak heran jika toko fish and chips ini disematkan blue plague di dinding depan tokonya. Blue Plague merupakan bangunan yang dicatat negara sebagai sebuah tempat yang memiliki nilai sejarah. Entah itu rumah/bangunan seorang seniman, negarawan, artis, politikus Inggris dan sebagainya. Pokoknya tempat/bangunan tersebut menorehkan sejarah di Inggris. Seperti yang pernah saya tulis di sini:
Fish and chips merupakan makanan cepat saji yang praktis. Kebanyakan toko fish and chips tidak menyediakan tempat duduk bagi pembelinya. Karena biasanya pembeli membelinya secara take away alias dibawa pulang.
Namun toko fish and chips legendaris ini terdiri dari dua bagian yaitu Levers fish and chips dining room yang memuat 60 tempat duduk dan Levers fish and chips take away.
Adapun bungkus dari fish and chips take away sangat khas dan seragam di seluruh penjuru inggris, yaitu dengan menggunakan bungkus kertas. Dulunya sih, dibungkus pake kertas koran. Namun setelah isu kertas koran tak baik dijadikan bungkus makanan karena tinta yang melekat di kertas koran bisa membahayakan tubuh, maka pemerintah Inggris mengharuskan bungkus kertas polos untuk si fish and chips take away tersebut.
Untuk harga fish and chips di Levers ini termurah 90p atau sekitar 19.000 rupiah. Berupa satu cone kentangnya saja. Sedangkan yang termahal, porsi besar, seharga ÂŁ6,75 atau sekitar 170.000 rupiah. Harga tersebut termasuk: kentang goreng, ikan, peas, roti dan teh.
Namun bagi perut orang indonesia seperti saya, porsi kecil berupa kentang dan ikan saja sudah cukup mengenyankan.
Semua fish and chips dibuat dadakan. Nikmatnya disantap selagi hangat. Kentangnya terasa manis dan ikan gorengnya terasa gurih. EhmmmâŚ.
Oiya, saya makannya di pelataran toko fish and chips Levers yang sengaja disediakan banyak kursi dan meja di bawah naungan tenda permanen yang cukup besar. Sambil memandang ke arah depan, dimana hiruk pikuk pasar Tommyfiel tampak ramai.