Cerpen Bobo, Muatan Lokal, Edisi 18

Alhamdulillah cerpen saya dimuat lagi di Majalah Bobo (edisi 18), setelah dua cerpen sebelumnya berturut-turut dimuat di sana (edisi 16 &17).

Tema cernak kali ini lain dari biasanya. Yaitu mengangkat tema bermuatan lokal. Jika cerpen Janji Salju lebih ke muatan ke Eropa-eropaan atau Pesta Putri Sherly lebih ke dongeng putri-putrian, maka cernak kali ini lebih ke cerita permainan jaman saya kecil dulu.

Sebenarnya, dari kapan taun saya ingin menuliskan cerpen ini. Cuman dulu saya pikir, apa cerita ini bakal jadi menarik? Setelah maju mundur cantik mood dan lama terlupakan, maka ketika saya ingin membuat cernak, saya semedi mikir sejenak. Ehm… kali ini nulis cernak tema apa ya?..

Setelah buka-buka draft lama yang pada menggantung, akhirnya dipilihlah cernak ini. Judulnya Dirawu kelong. Heuheu.. judulnya gak okey banget, ya?

Cerpen ini bermuatan lokal Jawa Barat. Buat Orang Sunda seangkatan saya, pasti senyum mengerti arti judul ini. Tapi buat non Sunda dan anak kemaren sore atau usianya 20-10 taun di bawah saya, mungkin gak kenal dengan kata ini.

Bersyukur saya lahir, tumbuh dan besar di era non gadget seperti sekarang ini. Sehingga bisa menikmati semua permainan tradisional pada masa itu. Bermain petak umpet salah satunya. Permainan ini memiliki banyak nama, tergantung daerahnya. Kalau di Tatar Sunda, kami menyebutnya ucing sumput. Dari sinilah ide cernak saya ini bermula.

Ketika saya ingin membagikan cerita sebuah permainan jadul ini, saya harus berpikir lebih. Kira-kira, bumbu apa yang sekiranya bisa membuat manis cernak ini. Akhirnya saya eksekusilah cernak ini dengan judul yang agak aneh (menurut saya) dan konflik hilangnya Salma di saat magrib.

Ketika memberi judul “Dirawu Kelong” saya sempet gak PD karena kesannya deso banget. Lalu berpikir, klo Bobo suka konten cernaknya, tak cocok judulnya, pastilah Bobo mengubah judulnya. Ternyata, BOBO memilih judul aslinya.

Dirawu kelong apaan sih? 😀

Jadi, dulu, anak-anak seumuran kami, pantang main di hari menjelang magrib.

Secara ilmiah/agama silaken tanya Mbah Gugel, fenomena alam apa yang terjadi antara perpindahan waktu dari ujung senja ke bibir malam.. tsahhh…

Berat amat, yak, pendalaman materi untuk sebuah cernak, hahaha..

Ketika anak-anak seumuran kami di jaman itu bertanya kepada orang tua kami, biasalah.. untuk memudahkan jawaban, mereka sering kali mengeluarkan kata-kata pemungkas yang kadang ngak masuk akal.
“Bisi dirawu kelong!”kata mereka 😀

Dalam Bahasa Sunda,
dirawu = diambil dari posisi atas (ngarawu beas = menyiduk beras)
kelong = kelelawar
Jadi dirawu kelong artinya diambil/diculik/ditangkap dari posisi atas oleh kelelawar.
Lah, kelewar kan kecil 😀
Itulah ajaibnya orang tua dulu, kadang pinter menciptakan  tokoh myth.
Kelelawar di sini maksudnya kelelawar raksasa yang menyerupai kelelawarnya perempuan hahaha..
Deuh! orang tua jaman dulu tuh ya.. daya imajinasinya tinggi.
Keren tapi, lebih keren dari JK Rowling.
Kenapa mereka dulu ngak bikin novel fantasi ya? 😀

Saya merasa, ketika pertama kali mendengar kata “kelong atau kelong wewe (kelong awewe), saya punya bayangan tersendiri di otak saya.
Itu mahluk duduk di dahan pohon yang besar, bentuknya menyerupai kelelawar raksana dengan tubuh separuh manusia, perempuan, bentuk dan wajahnya menyeramkan. Duduk sambil ucang angge (mengayun-ayunkan kaki). Saat magrib tiba, ia siap merawu (menerkam, menyulik, menangkap kita) Iyyhhh..

Benar-benar hebatlah orang tua dulu menggambarkan myth ini sehingga saya dan teman lainnya pantang main/keluar magrib. Kecuali pergi ke mesjid untuk mengaji (Ini kali pesan moral yang ingin disampaikan orang tua kami dulu)

Balik lagi ke cerpen dirawu kelong ini, tentunya saya tidak menceritakan tentang tokoh si kelong ini. Sayang, majalahnya baru edar, jadi saya blur bacaannya ya… hehehe..
Buat yang penasaran, merapat aja ke lapak koran terdekat, okeh?

Cernak Dirawu kelong

 

7 thoughts on “Cerpen Bobo, Muatan Lokal, Edisi 18

  1. Kalau bahasa Sundanya kelong ya? Kalau orang Jawa lebih sering nyebut dengan istilah kalong wewe, syerem he he. By the way, selamat ya Mbak ceritanya dimuat di Bobo. Pas kecil saya juga suka baca majalah Bobo. Banyak value yang didapat dari cerita-cerita di majalah anak itu.

  2. ah iya, jadi ingat masa kecil. pernah ada cerita teman yg hilang saat magrib dicari2 ga ada baru lain waktu ketemu katanya disembunyiin sama kelong wewe. wallahualam`

komentar Anda