Doa Yang Salah?

Beberapa hari lalu, entah kenapa, selepas magrib badan terasa pegal-pegal lalu menggigil kedinginan. Waktu itu saya minum obat, 2-3 jam kemudian, setelah obat bereaksi, demam saya hilang, tersisa lemas. Saya pun tidur lebih awal.

Keesokan harinya, saya beraktifitas seperti biasa, namun selepas magrib gigil itu datang lagi. Tulang-belulang nyeri sekali. Saya pun melakukan hal yang sama seperi hari sebelumnya. Minum obat warung  lalu tidur berselimut doble duvet, tebal sekali. Sekitar 2 jam kemudian, gigil hilang bersisa lemas.

Keesokannya, semua normal. Saya menyambut pagi dengan riang. Saya berbenah ekstra. Terutama kamar si sulung yang sudah lama kosong. Hari itu saya riang sekali, karena si sulung mau pulang.

Setelah semua beres, saya dan suami pergi ke kota sebelah untuk beberapa urusan. Urusan pertama usai jam 12 siang. Eh, si gigil datang lagi. Mungkin karena cuaca yang sangat dingin, anginnya kencang pulak, ataukah belum makan siang? Terpaksa kami membatalkan beberapa urusan selanjutnya. Segera kami menuju sebuah supermarket. Membeli air minum dan obat. Seterusnya kami makan siang di sebuah fast food dekat supermarket tersebut. Padahal hari itu kami telah mengincar sebuah tempat makan yang telah kami rencanakan beberapa hari lalu. Tapi tak ada waktu. Gigil ini membuatku tak ada pilihan.

Setelah makan dan makan obat, kami cukup lama di sana, kebetulan restonya ada musholanya. Jadi, sementara suami shalat, saya bisa cukup beristirahat di sana. Sementara itu, masuk SMS dari si sulung yang mengabarkan bahwa di perjalanan turun salju. Bus yang ditumpanginya pun tersendat. Kami terus kontak-kontakan. Kabar selanjutnya bus berhenti cukup lama. Kemungkinan waktu tiba akan molor. Entah berapa lama.

Usai shalat, suami tanya, apakah mau melanjutkan rencana hari ini?
Ya, sebetulnya hari itu kami mau ke beberapa tempat. Terakhir akan ke stasiun bus di kota tersebut untuk menjemput si sulung. Tapi cuaca dan kondisi tidak memungkinkan. Akhirnya kami pulang dan melewatkan beberapa rencana yang telah dirancang. Serta disepakati, si sulung nyambung kereta api setelah turun dari bus di kota tersebut.

Sesampainya di rumah saya baik-baik saja. Tapi, lagi-lagi, lepas magrib gigil itu mulai terasa dan makin bertambah parah. Duh, padahal saya pengen jemput si sulung di stasiun kereta yang jaraknya cukup dari rumah. Mana waktunya cuman sekitar sejam lagi. Belum masak pulak. Tapi ya, gimana?

Langkah yang tepat adalah, segera minum obat, tidur, dibalut selimut yang super tebal, lalu berdoa:

“Ya Rabb, terima kasih telah KAU beri aku sakit ini, dingin ini, gigil ini, linu sekujur tulang belulang ini. Alhamdulillah.
Semoga ini menjadi pengugur dosaku yang amat sangat banyak jumlahnya.
Beri aku waktu tidur satu jam, Ya Rabb. Sejam… aja, Ya Rabb.
Lalu bangunkan aku dalam kesembuhan, Ya Rabb.
Oiya, Rabb, jika boleh kupinta, gak apa-apa juga bus atau kereta anakku kasih delay sebentar saja. Agar aku cukup waktu untuk memasak lamb chop kesukaan anak sulungku 😀
Aamiin YRA. Makasih Ya Allah.”

Dan saya pun tidur dalam gigil, lalu blas… tak ingat apa-apa.
Waktu berselang. Kurang dari sejam kemudian, henpon berbunyi,
“Mam, tolong liatin jadwal kereta dari Birmingham ke Worcester adanya jam berapa aja? Jam segini kok belum nyampe juga!” tanya di seberang sana.
“Loh, kamu dimana nih?” saya terheran-heran.

Rupanya, selagi saya tidur, suami sudah pergi ke stasiun kereta, tapi ngak tau si Kuteh (pangilan sayangku pada si sulung) pake kereta nomor berapa dan sampainya jam berapa. Karena terakhir kontak, batrenya lowbat.

Segera saya liat jadwal kedatangan kereta di Shrub Hill stasiun. Suami pun tenang, duduk manis di stasiun menunggu anak gadis kesayangannya.

Saya turun dari kasur. Alhamdulillah badan terasa lebih ringan. Segera saya masuk dapur. Masak nasi. Ambil pan anti lengket. Nyalakan kompor. Letakkan beberapa lamb chop yang sudah di marinade dari kulkas. Sementara itu, nyiapain minum, piring, saos, sambal, kecap, lalapan.

Di saat semua hampir siap, bel berbunyi. Ia tiba dengan selamat. Duh, rindunya… cipika-cipiki. Obrol-obrol melepas kangen. Lalu kami makan bersama. Nampak ia menikmati lamb chop kesukaannya sambil tak henti berucap syukur dan geleng-geleng kepala menikmatinya, ehmm… katanya berulang kali.
Sebuah ekspresi senang tiada tara. Deuh, kasian amat anak kos yang terbatas dana, waktu dan kemampuan masak 😀

***

Saya dan si sulung catch up tiada henti. Tentang kegiatan perkuliahannya, tentang di rumah ini dan sebagainya dan sebagainya. Hingga berlanjut di kasur. Ya, biasanya, jika lama tak jumpa, ia suka nginap di kamar saya. Tidur di kasur saya. Lalu ngobrol-ngobrol sampai larut. Sambil sayang-sayangan, peluk-pelukan, becanda-becandaan juga cela-celaan 😀
Dan suami, tidur di kamar sebelah 🙂

Saat itu saya bilang,
“Teteh tau, gak? tadi mamih sakit, terus mamih berdoa sama Alloh. Beri mamih kesembuhan, ijinkan mamih tidur sebentar. Biar cukup recovery. Trus, mamih juga berdoa: Semoga Alloh kasih delay bus/kereta teteh, biar mamih sempet masak lamb chop kesukaan teteh,” ujar saya cekikikan.

“Ih… mamih mah.. pantesann… ,” sambil pukul-pukul mesra sama saya 😀 “Padahal teteh pengen pulang cepet.”
“Lah, kalau teteh pulang cepet, mungkin mamih belum pulih. Belum tentu bisa masuk dapur, trus masak lamb chop kesukaan teteh. Ya kan?” 😀

Dan kamipun ngobrol segala rupa sampe pada teler kengantukkan lalu ZZZzzzzzz….

Sejuta kisah Ibu

rosi meilani

Kamu punya kisah tentang ibumu? Atau tentangmu sebagai ibu? Atau kisah  ibu-ibu lainnya? Ayo berbagi kisahnya di GA Sejuta Kisah Ibu. Ada banyak hadiah menarik loh. cekidot dimarih.

 

10 thoughts on “Doa Yang Salah?

    1. Napa ya? Lagi musim apa? Sy mah minum ibuprofen aja atau nurofen. Itu 4 hari berturut-turut. Alhamdulillah sekarang sembuh. Pijitin deh mas roel. Pasti ampuh 🙂

komentar Anda