Tag Archives: london

Cerita Dibalik Dapur Wisma Nusantara, London

Ini sisa cerita Lebaran kemarin. Sebetulnya saya ingin menuliskannya setelah mosting ini dan ini, tapi karena sok sibuk, maka barulah kesampaian menuliskannya sekarang.

Di setiap acara kumpul-kumpul masyarakat Indonesia yang diselenggarakan atas undangan KBRI London, pastinya disertai jamuan makan. Apapun itu acaranya. Termasuk pada perayaan Idul Fitri kemarin.

Ketika lebih dari 70% tetamu yang hadir meninggalkan Wisma Nusantara, halaman belakang kediaman Pak Dubes ini mulai lengang. Terlihat berbelas orang duduk-duduk di gazebo, di bangku bawah pohon, selebihnya berdiri dan masih terlibat obrolan santai. Termasuk Pak Dubes dan beberapa warga lainnya.

Sementara itu, Bu Lastri Thayeb menghampiri tenda prasmanan. Saya yang tidak jauh dari sana menghampiri beliau.
“Bagaimana bu? Cape ya kalau mengadakan event besar seperti ini,” sapa saya pada beliau yang terlihat lelah.
“Ya, begitulah. Walaupun cape tapi senang. Karena bisa menjamu tamu,” ujar Bu Dubes.

“Kira-kira, tamu yang hadir hari ini berapa orang, ya bu?” tanya saya.
“Saya perkirakan seribu orang lebih,” ujar Bu Dubes nan ramah
“Wah, menyediakan jamuan makan sebanyak itu bagaimana caranya bu? Terus, bikin rendangnya brapa kilo tuh kira-kira?”
Aih.. kepo deh 😀
Abis ya penasaran aja, saya pengen tahu proses behind the scenes kitchennya tuh seperti apa. Selama ini kan kita cuman datang n makan doang tanpa tau kesibukan dibalik mempersiapkan semua makanan tersebut. 😛

“Sebelumnya kami memprediksi tamu yang bakal hadir sekitar 700-750 orang. Untuk lebih amannnya, saya membeli daging sapi sebanyak 87 kg. Karena ditakutkan tetamu yang datang lebih dari prediksi kami. Dan benar saja,” jelas Bu Dubes

“Oh, mungkin karena lebaran kali ini bertepatan dengan dimulainya musim liburan sekolah, ya bu?” ujar saya, Bu Dubes mengiyakan.
“Namun demikian, saya bersyukur karena makanan yang disediakan cukup. Tadi sempet keteteran kehabisan nasi, sih. Tapi langsung tertangani. So, mostly semuanya cukup. Ibu lihat kan? Rendangnya masih tersisa sebanyak itu?” Bu Dubes menunjuk panci di depan kami.

Sebelum acara makan dimulai

Ya, saya liat di panci besar itu masih tersisa rendang yang jumlahnya lumayan banyak. Kira-kira seperlima panci lah.

“Prinsip saya, lebih baik lebih daripada kurang. Maka selama ini, setiap ada kegiatan seperti ini alhamdulillah selalu ada lebih. Toh, tidak mubazir. Karena saya persilakan makanan lebih ini untuk dibawa pulang masyarakat terutama mahasiswa.”

“Wah, saya boleh take away juga dong, bu.” 😀 Noraakkkkk 😛
“Ya boleh dong!”
Spontan saya menyambar, ketika Bu Dubes mempersilakan take away.
Secepat kilat juga Bu Dubes menjawab. Obrolan serius pun bubar sebentar. Seketika Bu Dubes bergerak maju dan memanggil nama seorang ibu.
“Tolong bungkuskan rendangnya buat ini ya?” ujar beliau pada ibu tersebut.
Makasih ujar saya.

Duh! malu-maluin aja ya? hahahaha…
Biarin ah 😛

Kembali ke laptop! obrolan bersama Bu Dubes yang ramah.
“Ngomong-ngomong, masak rendang sebanyak 87 kilo itu bagaimana caranya, bu?” saya penasaran.
“Itu masaknya dua hari berturut-turut,”
Hah, dua hari berturut-turut?

“Jadi itu masaknya 20 kilo.. 20 kilo… sampai benar-benar rata bumbunya dan pas rasanya juga pas penampilannya. Untuk tahun ini rendangnya dibikin nyemek-nyemek biar ada bumbunya.

“Ibu asli Padang kah?”
Duh! pertanyaan macam apa sih ini? hahaha..
Emang dengan menyajikan jamuan rendang berarti orang Padang?
Ye.. Orang Jawa juga kalau lebaran bikin rendang juga kalee.. 😀
Ya, itu sih pertanyaan selingan, biar lebih akrab mengenal Ibu Dubes kita.

Eh, Bu Dubesnya malah balik nanya. Ah, ibu 🙂
“Ayo tebak, saya asli mana?”

“Padang ya, bu?”
Bu Dubes menggeleng.
“Palembang?”
Bu Dubes menggeleng lagi.
“Aceh?”
Menggeleng juga.
“Hmmm.. pokoknya orang Sumatra, ya?”
Hadeuh.. jawaban saya masih salah juga. Bu Dubes masih menggelengkan kepala juga.

Nyerah ah, bu 😉

“Saya orang Madura,” jawab Bu Dubes dengan senyum menggembang.
“Oh… Madura…,” ulang saya.

Kembali ke laptop obrolan bersama Bu Lastri yang baik hati.

“Trus, masak rendang sebanyak itu dikerjain berapa orang bu?” tanya saya.
“Sendiri.”
Hah? sendiri?
Kayaknya yang masak udah gak ada minat makan rendang di hari Lebaran, kali ya? Soalnya udah keburu enek. Enek ngerjainnya 😀
Semoga Allah melimpahkan Rahmat dan Karunianya kepada bapak/ibu ini yang memasak rendang untuk semua tetamu yang hadir di acara halal bihalal kemarin itu. Aamiin YRA.

“Jadi saya punya 4 staf,” lanjut Bu Dubes. Satu orang ngerjain rendang, dua orang ngerjain dua menu lainnya, satu orang ngurusin semua kue lebaran. Nah, kalau kue lebaran dikerjainnya nyicil seminggu sebelum hari Lebaran.

Kreasi kue lebaran dari dapur Wisma Nusantara

“Ada menu yang dipesan dari luar, gak bu?” tanya saya.
“Gak ada, sajian menu lainnya dikerjakan oleh ibu-ibu Dharma Wanita. Seperti opor ayam dikerjakan oleh 4 orang ibu, sambel goreng ati dikerjakan oleh 3 orang ibu. Sebelumnya kami rapat membahas hal ini. Ayamnya dipotong berapa, detail bumbunya dan lain sebagainya.

Hmm… sekarang kita jadi tahu kan? seperti apa kesibukan dan kerepotan dibalik dapur KBRI London itu. So, kalau misal dalam acara besar seperti ini adalah kekurangan dari pihak tuan rumah. Misal, nasi tekor. Tenang ya mas bro/mba sis. Pada akhirnya nasinya kan datang juga 😉

Satu lagi nih, kalo lagi ada event seperti ini jangan ambil/minta makanan melebihi kemampuan perut kita untuk memakannya. Saya suka sedih ngeliat sisa-sisa makanan di piring alas. Rendangnya masih utuh, opor ayamnya masih nyisa, lontongnya kebanyakan.

Dan begitu, pluk! makanan-makanan itu masuk tempat sampah. Sakitnya tuh di sini.
*nunjuk dada kiri, ala Cita Citata 🙂

Ingat mas bro, mba sis, di negara lain masih banyak orang yang kelaparan serta gak bisa makan enak seperti kita. Juga perlu diingat, saat kamu mau membuang makanan itu, ingat, itu masaknya penuh perjuangan loh. Maka hargailah hasil kerja mereka dengan tidak membuangnya ke tempat sampah.

Disela obrolan, di-interrupt oleh tetamu yang berpamitan pulang kepada Bu Dubes. Baiklah, sementara itu…
“Bentar ya bu,” saya mlipir ke meja prasmanan yang tengah diberesin, “Bisa minta kerupuknya bu,” ujar saya diantara kumpulan ibu-ibu dan mba-mba mahasiswa yang tengah oprasi plastik di sana. Hahahaa…

*Oprasi plastik tuh, kebiasan kami, ibu-ibu, kalau abis acara begini-begini, pengajian, kumpulan, atau apapun itu, ada makanan lebih dan dipersilakan untuk take away, maka sediakan saja bungkus plastik, pasti mereka proaktif oprasi plastik aka mewadahi makanan-makanan tersebut untuk di take away 😀

“Silakan bu,” ini plastiknya ujar yang lain.
Sayapun ngebungkus kerupuk sampai dua plastik. Noraaakkkkk 😀
Biarain, kata Bu Dubes juga Silaken 😛
Tapi bener loh ini serius, krupuk yang tersisa masih banyak tau.

Eh, tetamu yang pamitan dengan Bu Dubes udah berlalu. Balik lagi lah saya.

“Jadi bu, untuk event besar seperti ini berapa kali dalam setahun kah?”
Interview diteruskan dengan tangan saya yang bau minyak goreng dari krupuk itu. Duh Hp saya jadi berminyak deh.
“Tiga kali ya? Idul fitri, Idul adha dan perayaan 17 agustusan. Nah, beberapa kali di tahun-tahun kemarin, halal bihalal bertepatan dengan perayaan 17 agustus, pesta rakyat, dan kami biasa memasak untuk 2.500-3000 porsi. Seperti untuk tahun lalu itu kami bikin rawon komplit untuk 2.500 porsi,” lanjut Bu Dubes.

“Ada sisa bu?”
Hayahh… pertayaannya menjurus kemana nih 😀
Bukan, saya bukan nyesel karena waktu itu tidak take away 😀

“Ada, selalu ada lebih.”
“Oprasi plastik dong ya, bu?”
“Iya, terutama untuk para mahasiswa. Pastinya mereka kangen makanan-makanan seperti itu. Ya lumayanlah buat makan di rumah. Begitu lapar tinggal diangetin aja.”
Begitulah Bu Lastri menutup obrolan kami.

Hari bergerak senja, saya pun pamit pulang, karena seterusnya akan ke Kota Cambridge.

“Pamit, pa,” ujar saya pada Pa Dubes, “Liat nih pa, dioleh-olehi ini sama Bu Lastry,” saya mengangkat plastik putih, 😀
Itu plastik ala kadarnya. Plastik bekas bungkus krupuk. Isinya sebungkus besar rendang, sayur godok (makasih ibu yang udah ngebungkusin 😉 ) dan dua bungkus besar krupuk.

Pak Dubes pun tersenyum sambil mengangkat kedua telapak tangannya.

“Pamit, pa,” ujar saya pada Pa Atase Pendidikan.
“Ya, silakan bu,” beliau mengangkat kedua telapak tangannya, “Ditunggu CJnya.”

Ibu Lastry Thayeb
Formasi lengkap foto ini adalah Pa Dubes beserta keluarga dan staff, ustadz NH dan pejabat BI, maaf ya di crop 😀
Waktu wawancara itu, cuman sekali jepret berfoto bersama Bu Dubes dan ternyata kualitas gambarnya kurang bagus 🙁

Berlebaran di Kediaman Dubes RI di London

Keluarga Dubes RI beserta staf dan pejabat BI
Saya, Dubes RI beserta keluarga dan staf, Ustadz NH dan Pejabat BI

 

Seperti halnya di Indonesia, muslim Inggris merayakan Hari Raya Idul Fitri pada 17 Juli 2015. Dalam kesempatan ini Kedutaan Indonesia di London Inggris mengundang masyarakat Indonesia yang bermukim di Inggris untuk melaksanakan sholat Id di kediaman Dubes RI.

Meski sholat Id akan dimulai pada pukul 9 pagi, sesuai undangan tertulis yang dikeluarkan KBRI London, namun sejak pukul delapan lewat masyarakat Indonesia mulai berdatangan ke kediaman Bapak Hamzah Thayeb ini. Seperti halnya kami yang tiba di sana pada pukul 8.30.

Dari pintu masuk rumah dinas Dubes RI yang tanpa penjagaan, warga yang hendak shalat Id menuju ke halaman belakang Wisma yang sangat luas ini. Tenda putih nan masiv di didirikan di lapangan tenis/lapangan olah raga yang berada di halaman belakang itupun disulap menjadi tempat shalat Id yang mampu menampung sekitar 700 jamaah.

Sementara itu Bapak Dubes RI beserta Minester Councellor berdiri ramah menyambut satu per satu masyarakat Indonesia yang memasuki area tempat shalat Id digelar. Betapa ramah dan hangatnya Pak Hamzah Thayeb dan Pak Eka Aryanto menyambut kami.

Gema takbir terus berkumandang, jamaah terus berdatangan memadati tempat shalat, dari sekian ratus jamaah itu hadir Vidi Aldiono yang kebetulan melintas di depan baris shaf  saya. Ia duduk di barisan shaf terakhir pria yang tak lama kemudian bertambah shaf-shaf lainnya, hingga memadat.

Tepat pukul 9 shalat Id dimulai. Diawali pengarahan tata cara shalat Id, shalat Idpun dimulai penuh kekhusyan. Selanjutnya imam shalat, Ustadz Nurul Huda, yang bisa disebut Ustad EnHa, menyampaikan khotbah yang mengambil tema Idul Fitri dan Penguatan Keluarga. Diakhir khotbah, Pak Ustadz yang didatangkan dari Indonesia inipun menutup doa yang mendalam hingga mampu membuat mata berkaca-kaca.

Setelah rangkaian shalat Id usai, acara berlanjut dengan salam-salaman. Ada yang beda dalam salam-salaman ini. Bukannya masyarakat yang datang berbaris menyalami Pa Dubes beserta Istri melainkan beliau berdua, beserta pejabat BI dan istri, serta Ustadz NH berkeliling menyalami jamaah yang sekian ratus itu. Mulai dari shaf pertama hingga shaf terakhir.

Acara selanjutnya adalah silaturahim masyarakat bersama KBRI london dan Bank Indonesia sambil menyantap aneka sajian menu lebaran seperti ketupat lebaran, rendang, opor dan sebagainya.

Bertempat di halaman belakang wisma dipasang dua tenda putih. Satu untuk makanan utama yang terdiri dua meja parasmanan dan satu tenda panjang untuk makanan kecil, kue lebaran, buah-buahan dan aneka jenis minuman panas dan dingin.

Sajian menu lebaran, kebersamaan dan kehangatan suasana mampu mengobati kerinduan kami, masyarakat Indonesia di Inggris Raya, pada kampung halaman.

Atas nama masyarakat Indonesia, saya haturkan terima kasih kepada Kedutaan RI London dan BI.

Taqabbalallahu minna wa minkum, shiyamana wa shiyamakum, selamat hari raya ied fitri 1436 H

Wisata Belanja London

Harrods tampak depan
Harrods

Berbicara wisata belanja London, sering kali dikaitkan dengan Oxford Street dan Harrods. Banyak faktor yang menjadikan Harrods popular di kalangan wisatawan. Diantaranya karena Harrods menyajikan aneka barang branded yang banyak diburu wisatawan berkantong tebal.

Harrods juga sering dikaitkan dengan Dodi Al Fayed dan Putri Diana. Pasangan kasih yang tak mungkin dipersatukan. Hingga berujung tragis di Prancis. Entah untuk menarik pasar ataukah murni penghormatan terakhir dari Harrods. Di lantai dasar gedung berlantai tujuh ini terdapat monumen  Dodi dan Lady Di.

Banyak pengunjung berfoto di monumen bermaterialkan marmer coklat berbaur hitam ini. Foto Dodi dan Lady Di berdampingan dalam frame bulat berwarna kuning keemasan. Sepasang merpati keemasan menaungi keduanya. Senada dengan dinding latar belakang monument tersebut.

Sepasang lilin putih berukuran besar, tiga bucket mawar putih, serta kolam kecil berisi koin keberuntungan berserakan, melengkapi monument. Di depan monument terdapat patung Dodi dan Lady Di yang tengah berdiri. Mirip sedang menari. Mereka berpegangan,   seekor burung berada di atas tangan mereka. Tertulis dibawah patungnya, innocent victims.

Puluhan hingga ratusan barang branded

Bagi wisatawan yang berkantong tebal Harrods adalah surga wisata belanja. Betapa tidak, ratusan barang bermerek ternama bertenger manis di sana. Parfum, tas, sepatu, pakaian, perhiasan, emas, berlian, jam tangan dan sebagainya mengisi 330 gerai toko.

Harga yang dibantrol mulai dari ratusan, ribuan, belasan ribu, hingga puluhan ribu pounsterling. Sebut saja, untuk sebuah tas wanita ada yang dibandrol £15.000 (sekitar 300.000.000,-)

Harrods memiliki section coklat yang menempati bagian khusus. Seperti bagian lainnya, interior section coklat terlihat mewah. Tata lampunya agak remang. Sama halnya lift yang ada di sana. Tidak seperti mall modern yang terang benderang dan serba simple. Interior lift Harrods lebih ke detail, artistik, remang, kuning keemasan.

Harga coklat yang ditawarkan beragam. Mulai dari sepotong coklat seharga £2,75 hingga sekaleng praline seharga £250 (sekitar lima juta). Di sebelah section coklat terdapat section sea food. Sepertinya tak lumrah menempatkan section seafood di sebuah gedung perbelanjaan luxury. Tapi Harrods lain. Tak ada kesan bau amis, ataupun menurunkan selera belanja. Justru banyak wisatawan berfoto di sini. Seafood yang dijual diantaranya caviar, lobster, udang besar, scallop, filet salmon, tuna dan sebagainya.

Bagi pengunjung cilik, Harrods menyediakan section khusus yang membuat bocah-bocah betah berlama-lama di sana. Section souvenir juga ada. Harrods dijalankan 5 ribu karyawan. Mereka berasal dari 50 kewarganegaraan. Mengingat kepemilikkannya, tak heran jika banyak karyawan ganteng berwajah timur tengah yang melayani ramah. Mengucapkan salam kepada pengunjung muslimah yang jumlahnya cukup banyak.

Bagi penghobi wisata belanja pasti betah berlama-lama di bangunan klasik usia lebih dari seabad yang luas area 90.000 m2 ini.

China Town

Selain berbelanja di Harrods yang terkenal dengan keekslusifannya, kita juga bisa berwisata belanja bernuansa Asia. Tepatnya di China Town. Letaknya dekat Piccadily Circus yang juga masuk dalam list destinasi incaran wisatawan. Enam hal untuk mendeskripsikan Piccadilly Circus adalah: ramai wisatawan, musisi jalanan, Shaftesbury Memorial Fountain, lampu neon/billboard iklan, pusat belanja dan pusat hiburan.

Wisatawan yang lelah berbelanja ataupun mencari hiburan biasanya duduk-duduk di tangga Shaftesbury Memorial Fountain. Bisa sambil makan siang, menikmati musik jalanan, ataupun duduk santai menikmati hiruk-pikuk dan kerlap-kerlip billboard iklan produk ternama yang tersemat di gedung-gedung tinggi.

Lima menit berjalan dari Piccadily Circus kearah Timur Laut, tibalah kita di China Town yang juga banyak diagendakan wisatawan. Kebetulan saya datang di hari kedua Imlek, bertepatan liburan sekolah pula. Lalu lalang orang ramai sekali. Nuansa merah, balon-balon, lampion-lampion dan aksesoris imlek lainnya menambah marak suasana. Rasanya seperti di negeri Tiongkok saja.

Saya jumpai panda. Maksudnya orang berkostum panda yang notabene ikon Negara China. Tak hanya anak-anak, orang dewasa pun banyak yang berfoto bersama si panda yang besar nan lucu. Setelah berfoto, mereka melemparkan koin sekedarnya di box yang tersedia

Banyak wisatawan berselfie ria di gapura China Town. Kawasan ini merupakan surga makanan bagi wisatawan pecinta chinesse cuisine. Harga yang ditawarkan relatif murah. Dengan £8.50 (sekitar 170.000 rupiah) anda sudah bisa makan kenyang ala buffet.

Restoran Halal

Untuk Anda yang muslim, jangan khawatir. Saya merekomendasikan Restoran Rasa Sayang yang beralamat di 5 Macclesfield Street. Tertulis, Malaysia-Singaporean Cuisine. Maka tak heran jika cita rasa makanannya sesuai dengan lidah kita.

Begitu memasukinya, saya temukan kesan sempit. Kursinya penuh.  Saya pikir, kami baru bisa duduk setelah pengunjung lain pergi.

“Tunggu,” kata pramusajinya ramah. Tak lama, ia mempersilakan saya menuju lantai bawah.

Tangganya sempit, tapi di luar dugaan, lantai bawah lebih luas dari lantai atas. Harga makanan di restoran berdaya tampung sekitar 80 orang ini relatif murah. Rata-rata per porsinya £7,5 (sekitar 150.000). Ada nasi/mie/bihun goreng, rendang, nasi Hainan, aneka mie dan kwetiau, sate lontong dan masih banyak lagi.

Dari sekian banyak jenis minumannya saya tertarik dengan cincau bandung. Sebagai orang Bandung, rasanya di Bandung sendiri tidak ada jenis minuman seperti itu. Setelah dipesan, datanglah es cincau biasa. Oh, rupanya, bandung itu sebutan untuk evaporated milk yang digodok bersama pandan lalu diberi sirup.

Jika dipukul rata, makan,minum plus pajak, £12 (sekitar 240.000 rupiah). Puas makan, selanjutnya berbelanja di toko groceries. Maklum, Worcester tidak memiliki kawasan seperti ini. Di sini banyak toko yang menjual aneka sayur, buah dan kelontongan khas Asia. Seperti: durian, petai, kangkung, jambu batu dan sebagainya.

Disinipun banyak terdapat toko kue. Dimana dinding toko bermaterialkan kaca lebar tersebut memamerkan kue, roti dan cake yang berpenampilan cantik menarik. Membuat langkah wisatan terhenti. Begitu pun saya. Langkah terhenti ketika sederet cakwe terpajang di sana. Segera saya memasuki tokonya yang ternyata padat. Padat pengunjungnya, padat pula kue-kue yang disajikannya.

Kursi yang tersedia penuh terisi. Terpaksa, pengunjung yang baru datang harus take away. Kue-kue yang dijual di sini cukup familiar di kalangan kita orang Indonesia. Ada cakwe, onde-onde, klepon, aneka roti dan sebagainya. Untuk onde seukuran bola tenis dibandrol £1 (sekitar 20.000,-). Sedangkan cakwe sepanjang 35 centi, dibandrol  £1,5 (sekitar 30.000,-)

Oxford Street

Banyak wisatawan mengagendakan Oxford Street sebagai destinasi wisata belanja. Maka tak heran jika ia berjuluk kawasan belanja terpadat di Eropa. Berjalan diantara hiruk-pikuk orang yang berlalu-lalang di kawasan yang memiliki 300 toko ini menjadi sebuah keseruan tersendiri bagi wisatawan.

Di sepanjang jalan ini akan Anda jumpai toko: DEBENHAM, GAP, H&M, House of Fraser, John Lewis, Mark & Spencer, Next, Zara dan masih banyak lagi toko berkelas lainnya. Jika merasa lelah untuk keluar masuk toko-toko tersebut, Anda bisa masuk ke Selfridges, one-stop shopping ikon Oxford Street.

Selfridges menawarkan banyak barang branded tak ubahnya Harrods. Bedanya, meski menempati bangunan berusia lebih dari seabad, seting interiornya dibuat modern dengan lampu terang-benderang layaknya mall kebanyakan. Berbeda dengan interior Harrods yang klasik dengan tata lampu remang-remang.

Fenwick

Kurang dari setengah mile, hitungan menit, dari Selfridges berjalan kaki ke arah Barat, Anda akan temukan Fenwick. Satu lagi one-stop shopping yang bisa Anda jajal selama berwisata belanja di London.

Bangunan yang terletak di Jalan Bond Street ini juga menawarkan barang-barang bermerek. Sepertinya halnya Selfridges, Fenwick menempati bangunan usia tua klasik namun seting interiornya dimuat modern dengan tata lampu yang terang-menderang.

Apapun pilihan tempat wisata belanja yang akan akan kunjungi selama di London, satu hal yang harus diperhatikan: Anda berhak mengklaim pajak pembelian.

Pengembalian Pajak

Anda adalah wisatawan, tidak diwajibkan membayar pajak. Apa yang harus Anda lakukan untuk mencegah membayar pajak atas barang yang anda beli?

Gampang. Ketika Anda membeli barang di sebuah toko/butik/mall/one-stop shopping, mintalah form isian untuk pengembalian pajak. Ketika di Bandara, sebelum Anda pulang ke tanah air, klaimlah atas barang-barang berpajak yang telah anda beli. Lumayan kan? Lumayan banget.

Suvenir

Banyak toko souvenir yang bisa Anda jumpai selama di London. Entah itu di Harrods, di Pecinan, di Oxford Street, Piccadilly Street dan sebagainya. Namun, tip dari saya adalah, belilah suvenir di sekitar China Town. Karena harganya lebih murah.

Untuk sebuah fridge magnet dibandrol 99p, atau £5 untuk setengah lusin. Kartu pos besar model ekslusif £2 per lima lembar. Kartu pos standar £1 per sepuluh lembar. Barang souvenir lainnya berupa: gunting kuku, mug, kaos, bendera, replika Big Ben, dsb.

Menuju arah pulang, saya mampir ke Jalan Charing Cross 57, tempat Warung Padang London berada. Di sepanjang trotoar jalan ini kita jumpai pedagang suvenir. Sedikit tip, jangan terburu-buru membeli souvenir di sini. Karena untuk barang yang sama, harganya bisa berbeda. Seperti scarf bergambar ikon Inggris, harga per helainya £4. Saya membeli 3 helai seharga £10. Hanya beberapa langkah dari sana saya jumpai harga £2,99 per helai atau £10 per empat helai.

Kendaraan

Bus dan kereta bawah tanah adalah alat transportasi yang paling efektif selama di London. Dari rumah saya berkendara bus lalu turun di Victoria Coach Station, stasiun  terbesar di Inggris. Selanjutnya menggunakan bus nomor C1 menuju Harrods. Lalu menggunakan bus nomor 14 dari Harrods ke Picadilly Circus yang kemudian berjalan kaki ke Cina Town. Pulangnya, kembali ke Victoria Coach Station menggunakan bus nomor C1.

Dari Victoria Coach Station menuju Oxford Street, Selfridges ataupun Fenwick, Anda tinggal bisa menggunakan bus nomor 73. Kemanapun tujuan anda bepergian, gunakan Google map yang siap memberikan info kendaraan (bus dan underground) yang lewat ke kawasan yang akan Anda tuju.

Saya naik turun kendaraan dengan menggunakan kartu Oyster, atau kartu tiket otomatik. Saya tinggal top up £5 saja. Anda pun bisa melakukan hal yang sama. Belilah kartu Oyster selama traveling di London, karena jatuhnya lebih murah dan praktis. Anda tinggal sentuhkan chip kartu oyster di mesin tiket bus.

Hotel

Bagi Anda yang mengagendakan lebih dari sehari berwisata di London, Anda bisa menginap di hotel yang berdekatan dengan destinasi tujuan anda. Jika ingin menginap di hotel sekitar Harrods setidaknya anda harus menganggarkan £250-£350 (sekitar 5-7 juta) per kamar untuk dua orang. Harga tersebut bisa lebih murah bisa pula lebih mahal. Tergantung waktu (low season/high season), lokasi (tengah kota, pinggir kota), jenis kamar (standar, deluxe, family room dll) serta kelas hotel.

 Sale

Inggris memiliki musim sale. Ini berlaku juga di Harrods, toko-toko branded dan one-stop shopping lainnya. Biasanya awal musim panas (sekitar awal Juli), jelang natal dan tahun baru, terutama boxing day (26 Desember). Beruntunglah Anda jika melancong pada musim sale tersebut.

 How to get there

Bagi yang terbang dari Jakarta, silakan pilih maskapai penerbangannya, kelas, waktu dan option lainnya. Kesemua itu sangat mempengaruhi harga tiket, lama penerbangan dan kenyamanan yang Anda dapatkan. Sebagai gambaran, Emirats, kelas ekonomi, low season, bisa dapat tiket seharga £600-an (atau sekitar 12 juta). Setidaknya itu harga terendah.

Dari Bandara Heatrow ataupun Gatwick anda bisa menggunakan, mobil sewaan, taksi, bus maupun kereta, dengan plus minusnya. Taksi menguras kocek, tapi menghemat waktu dan tenaga. Sewa mobil, sulit urusan parkirnya. Kebanyakan wisatawan menggunakan bus dan kereta/underground selama bepergian di London. Selain lebih murah, feel dan atmosfir sebagai wisatawannya lebih terasa.

Jangan lupa gunakan Oyster Card, kartu tiket otomatis, disertai chip, sehingga memudahkan anda dalam berkendara umum. Lebih mudah dan murah. Mengenai transportasi umum bisa diliat di website berikut ini: http://www.tfl.gov.uk/

Inggris tidak termasuk dalam visa Schengen. Jadi jika Anda berniat keliling Eropa, buat jugalah Visa Inggris. Untuk mengetahui cara mendapatkan Visa Inggris bisa kunjungi website berikut ini: https://www.gov.uk/government/publications/apply-for-a-uk-visa-in-indonesia.

Tulisan perjalanan ini telah dimuat di Majalah Female edisi April 2015.

Majalah female
Tulisan perjalananku di Majalah Female

Keliling London £11

Judulnya mendadak London.

Sebetulnya jauh-jauh hari kami udah menjadwalkan ke London tanggal 6-7 April. Seperti biasa, berazaskan sambil menyelam minum air. Sekali kayuh 3 urusan terlampaui. Perpanjang passport, ngangon bocah liburan, emak nyari bahan. 😀

Ternyata, Yang Kuasa berkehendak lain. Tetiba suami musti dinas ke seberang sana, ASAP. ASAP pulalah perpanjangan passportnya. Setelah timbang-timbang badan diakhir pekan, pas senin langsung ditembak si bos. Buruan perpanjang passportnya! Doi pun langsung telpon rumah, “besok jadi ke London!”

Wah, kan hari kerja? Pegimane nih?
“De, mamih-papih mau ke London ya besok?” tanyaku pada si bungsu.
Kirain bakal keberatan. Taunya enjoy aja dia mah. Sok aja, katanya. Ntar mau ngajakin temennya maen di rumah. Yaudah..

Kami pergi pagi banget. Kurang dari jam enam. Dengan target nyampe kedutaan jam 10. Untuk yang kesekian kalinya, kami jiper n ribeut klo bawa mobil masuk ke tengah kota London. Udah macet, bingung jalannya, parkirnya sulit minta ampun. Jadi, seperti biasanya, kami memarkirkan mobil di zona tube terluar.

Kami memarkirkan mobil di stasiun kereta Canons Park. Bayar parkir seharian (sampe jam 3 subuh) seharga £5. Sebelum naik kereta bawah tanah, kami cek kartu Oyster (penjelasan lebih lanjut). Saldo 5,60. Baiklah, kami top up £5 saja. Mengingat, tujuannya mau jalan-jalan di Zona 1 aja (central London).

Dari sini, kereta bablas terus, turun di Bond Street. Jalan kaki sekitar 7 menit, nyampe kedutaan jam 10 lewat dikit. Sebelumnya mlipir ke tukang foto langganan, kehalangin satu blok di belakang kedutaan RI. Saya udah bilang sama si Yayang, terakhir difoto di sana di komplen petugas pembuat passport, katanya kualitasnya jelek apa.. apa.. gitu..

Eh, bener aja, udah ngantri lama-lama, udah ngisi formulir yang juga makan waktu, pas ngasiin foto, ditolak. Alasannya, latar belakang merahnya terlalu menyala, antara ukuran wajah dan latar belakang kurang proporsional. Trus petugasnya ngasih tau tempat ambil foto lainnya yang mayan jauh juga klo jalan kaki mah.

“Yaudah, sana gih!” kubilang, hehe.. si Yayang pun jalan kaki ke sana. Sementara itu saya ngobrol-ngobrol sama seorang domestik worker yang bernasip naas. Konon sembilan bulan gak digaji sama majikannya yang orang Quwait. Emas, uangnya dan pasportnya dirampas. Mana sering dihardik pula.

Cukup lama si Yayang difotonya. Abis itu ngantri lagi. Btw, ngurus yang gituan aja makan waktu 1,5 jam. Petugasnya cuman seorang diri sih. Jam 12 kurang 20 menit. perut keroncongan. Ketika mau ke kantin KBRI (soal kantin KBRI bisa liat di buku saya “Jelajah Inggris”) eh ternyata, blom buka. Jam 12 teng, katanya dua ibu yang standby di resepsionis kedutaan, tanpa kami tengok dulu ke TKP. Baiklah…

Tadinya sih mau langsung meluncur maksi di Edgware Road. Kawasan muslim London gitu.. Di sini banyak makanan halal. Kalo Birmingham punya Coventry Road, nah klo London.. ya kawasan ini.

Tapiii…. daripada berlama-lama, akhirnya kami duduk di taman depan kedutaan RI. Buka bekal makan siang. Sttt.. plis jangan dibully kenoraan kami. Tau nga bekal makan siangnya apa? leupeut/lontong oncom plus rempeyeknya 😀

Biar kata makannya leupeut oncom tapi pemandangannya Inggris, hahaha.. plus, itu burung-burung ngerubunin kami. Heran deh, di bangku-bangku sana orang-orang makan sandwich n crips gak dirubungin. Kali itu burung” dara udah pada bosan makan roti, jadi begitu kulempar leupeut riuhlah mereka berebut.

Well, abis ngisi perut. Kami memutuskan ke North Greenwich menuju The O2. Itu loh, buat yang suka nonton East Enders, pasti tau hehe.. Ketauan deh, si emak suka nonton drama BBC one ini. Nyampe di sana, foto-foto sambi ngupi-ngupi. Mayan banyak juga cafe n restonya.

Abis dari sini, selanjutnya ke Greenwich observatory, naik bus nomor 188.

greenwich park london

Cukup lama di kawasan ini, selanjutnya kembali menggunakan bus nomor 188. Eh, kebablasan, harusnya turun di Canada Water. Jadi aja turunnya di Bermondsey. Trus ganti pake tube (kereta bawah tanah atau biasa disebut underground).

Pas mau tap oyster, si kartu ajaib, pintunya ga mau ngebuka. Mlipirlah kami ke mesin di dekatnya. Liat saldo, ternyata saldonya minim. Baiklah, kami top up £10. Perjalanan blablas terus, turun di Baker Street. Ganti tube menuju Edgware Road. Kami makan di kawasan ini.

Sesudah puas blanja-blanji kembali menaiki tube menuju kawasan Queensway untuk blanja-blanji oleh-oleh suvenir. Waktu menunjukkan nyaris jam 7. Pulang deh ah! kasian si bungsu.

Dari sini kembali menaiki tube menuju Canon Park. Sebelum meninggalkan stasiun saya cek kartu Oyster saya. Saldo, £9.60. Jadi, 2 kali naik bus, 6 kali naik tube (zona 1-5), abis £11.

Seterusnya, ambil mobil n meluncur pulang. Nyampe rumah jam setengah sebelas malem. Hufffttt… cape sih.. tapi asik juga 😉

Apa itu Oyster sauce Card?

Oyster card adalah kartu ajaib segala akses kendaraan umum di London. Jika naik bus, tinggal tap (sentuhkan kartunya di mesin otomatis dekat pa supir). Klo naik kereta tap saat membuka pintu masuk area underground dan tap lagi ketika keluar underground.

Tentang Oyster Card ini, saya jelaskan pula di Buku Jelajah Inggris. Terbitan Elexmedia. Tersedia di Gramedia. Harga Rp. 39.800,- Buat yang di luar negeri, Anda bisa membelinya lewat Amazon. Atau beli versi digital/E-book di Scoop.