Mahakarya Indonesia, persembahan anak bangsa.
Meski tak besar, tapi ini jati diri kami.
Rasa bangga kami.
Pada negeri nan elok.
Pada tumpah darah yang selalu dirindukan.
Meski jauh dari ibu pertiwi, Indonesia selalu di hati.
*****
Siang nan hangat di sebuah bagian negeri Inggris berkumpul warga Indonesia dari berbagai wilayah asal. Meski acara digagas PPI setempat namun pengunjung yang hadir tidak hanya para mahasiswa tapi juga dari latar belakang profesi yang beragam dan dari suku yang bermacam-macam pula. Meski beda, meski beragam, satu yang menyatukan kami, Indonesia.
Ya, karena kami, satu bangsa, satu bahasa dan satu budaya. Budaya yang amat kaya. Budaya yang harus tetap dipegang oleh masing-masing kita, anak bangsa. Salah satunya budaya tari.
Musik gamelan menggema diiringi tepukan tangan nan riuh menyambut hadirnya seorang penari Bali yang pentas di panggung sederhana, namun kaya nuansa. Riuhnya tepuk tangan itu seolah mencerminkan hausnya segala sesuatu yang berbau “Indonesia”.
Tepuk riuhpun diberikan warga asing yang turut hadir disana, dimana jumlahnya sangat banyak. Tepukan riuh mereka bagaikan bentuk ketertakjuban. Hei, inilah Mahakarya Indonesia itu!
Sejak diawal pertunjukan tari, saya tertegun, begitupun penonton lainnya. Kami tersirap tariannya. Termasuk bapak Hamzah Thayeb selaku Duta Besar RI untuk Inggris. Kami hidmat menikmati gerakan demi gerakan tariannya yang melebur kental bersama iringan musik gamelan yang melingkup kami di area terbuka Nottingham kala itu. Benar-benar merasa dalam dekapan Indonesia. Suasananya, nuansanya, rasanya.
Adalah Made Ari Mahadi, seorang mahasiswa S2 University of Glasgow, yang mempersembahkan tari Bali dengan penuh penjiwaan. Bukan hanya penyatuan olah tubuh dan iringan musik gamelan. Tapi lebih dari itu. Ia memainkan tariannya sepenuh ruh.
Menurut Made Ari, yang menjadikan tarian Bali itu bernyawa adalah taksu. Taksu itu sendiri merupakan tingkat spiritual tertinggi yang hadir dari dalam jiwa seorang Hindu yang erat kaitannya dengan peribadatan.
Sedangkan taksu yang dimaksud Made di sini adalah taksu dalam hal berkesenian. Seni tari salah satunya. Taksu memberikan energi, kehalusan jiwa, dan kemurnian pikiran yang mampu menggerakkan setiap gerak para penari. Sehingga tarian yang tersaji terlihat memesona dan berkharisma. Hingga mampu membuat penonton terkesima.
Masih menurut Made Ari, Taksu itu ada dua macam, yaitu Taksu bawaan lahir dan taksu yang digali sendiri. Menurutnya ia tidak memiliki taksu bawaan. Meski demikian, taksu bisa diciptakan dalam jiwa seseorang. Caranya adalah dengan kegigihan, kesabaran dan kerendahan hati.
Dengan banyak berlatih tari, aura-aura taksu akan tercipta dengan sendirinya. Tidak mudah memang. Itu memerlukan waktu. Bisa bertahun-tahun, mungkin pula berbelas tahun. Namun bisa pula berproses cepat. Tergantung sebesar apa kegigihan, kesabaran dan kerendahan hati seorang penari saat berlatih tari dan ketika ia menari di depan umum. Kuncinya adalah menari dari hati. Bukan hanya Wiraga (olah tubuh) dan wirama (menyelaraskan irama gamelan) tapi juga wirasa, ini yang penting.
Wirasa adalah kemampuan untuk menghayati tarian yang dimanifestasikan dalam bentuk ekspresi wajah dan pengaturan emosi diri. Hidupnya suatu tarian sangat dipengaruhi oleh penjiwaan sang penari dalam memerankan karakter yang dibawakannya.
Jika wirasa selalu dihadirkan dalam setiap tarian yang dipentaskan, lama kelamaan taksu itu akan hadir melekat dalam diri penari tersebut.
Niat Kuat dan Kegigihan Kunci Keberhasilan
I Made Ari Mahadi nama lengkapnya. Made panggilannya. Pertama kali belajar menari Bali ketika memasuki SMP Negeri. Jika saja waktu itu ia bersekolah di SD Negeri, pastinya ia sudah mendapatkan pelajaran menari Bali sejak usia 6 tahun. Sayangnya, waktu itu Made bersekolah di SD Swasta yang tidak menerapkan kurikulum menari Bali sebagai salah satu mata pelajaran muatan lokal.
Menurut Made, sebagai orang Bali, menari Bali adalah sesuatu yang ingin ia pelajari dan kuasai. Diawal-awal, Made merasakan kesulitan mempelajari tarian Bali. Ia harus mempelajari gerakan-gerakan dasar selama satu semester. Selama itu, belum diperkenalkan dengan irama gamelan. Sementara teman-teman lainnya yang dulu bersekolah di SDN sudah menguasai tari Bali.
Meski diawal terasa sulit, namun berkat kegigihannya, seiring waktu Made bisa menari Bali dan ia sangat menikmatinya. Progres cepat yang didapat Made tidak berlaku untuk semua temannya. Tergantung seberapa gigih, seberapa ulet dan seberapa besar kecintaan seseorang terhadap. Ada juga teman Made yang tidak juga bisa menari Bali. Karena ia beranggapan, untuk apa belajar tari Bali sebegitu seriusnya. Toh hal tersebut tidak akan terpakai saat seseorang memasuki dunia kerja.
Benar memang, tapi Made memiliki pemikiran lain. Biarpun menari tidak akan dijadikan profesinya di kemudian hari, namun ia tetap mempelajarinya. Selain karena kecintaanya pada tari Bali ia memiliki pemikiran lain. Baginya, mampu menari Bali adalah sebuah bentuk identitas diri. Karena semenjak SMP ia sudah mematri diri. Suatu saat, saya akan bersekolah di luar Bali, ujar anak Kabupaten Tabanan ini. Malah kemudian seiring waktu, niatnya bertambah kuat. Bahwa, suatu saat saya akan pergi (entah itu sekolah ataupun bekerja) ke luar negeri.
Dan pada akhirnya, niatnya yang kuat tersebut benar-benar membawanya ke luar Bali. Selepas kuliah, ia berkarir di Jakarta selama dua tahun sebagai seorang marketing. Mimpinya untuk bisa ke Luar Negeri masih terpatri. Dengan kegigihannya, akhirnya ia berkesempatan mendapatkan beasiswa S2 di University of Glasgow.
Sebagai orang Bali yang didekap dunia pariwisata, Sarjana Ekonomi ini kemudian memilih jurusan Tourism. Seperti halnya menari, memberikan sajian seni yang bisa dinikmati khalayak ramai, dunia pariwisata pun demikian adanya. Bali dan penduduknya yang memiliki budaya gotong-royong memiliki jiwa melayani, hospitality.
Apapun Profesinya, Menari Adalah Bagian dari Identitas Diri
Sedari awal, tujuan Made ingin menguasai tari Bali ada dua. Yang pertama, karena ia menyukai dan menikmatinya. Tidak terlintas dalam benaknya jika suatu saat bisa tampil di hadapan khalayak ramai. Jika kemudian ia didampuk untuk menari di lingkungan kampusnya, maka itu adalah sebuah bonus. Made beberapa kali tampil di Britania Raya. Diantaranya di Glasgow, Skotlandia, di Nottingham dan di London pada 14 Juni 2015 kemarin.
Tujuan kedua adalah sebagai identitas diri. Dan itu terbukti sudah. Ketika ia berkuliah di negeri orang ia mampu menjadi duta Bali, duta Indonesia, lewat tariannya itu. Ia mempersembahkan tarian Mahaharya yang dimiliki Indonesia tersebut di hadapatan warga asing. Sehingga mereka membuka mata dunia Inilah Mahakarya Indonesia itu.
Dimana untuk bisa tampil dengan sesempurna itu Made harus mempelajarinya bertahun-tahun, melatih dirinya dengan penuh kegigihan, kesabaran dan kerendah hati. Semua usaha yang dilakukan Made membuahkan hasil berupa apresiasi dari penonton. Dan yang paling penting adalah kepuasan hati yang dirasakan Made Ari.
Betapa, apa yang dicitakannya sedari dulu tercapai sudah. Bahwa ia memiliki jati diri sebagai bangsa Indonesia, sebagai putra daerah Bali.
Apapun profesinya nanti, menari Bali akan tetap ia tekuni.
Indonesia…
Bangsa yang rekat.
Walau ribuan pulau memisahkan yang satu mimpi.
Walau terbagi beribu suku, kita membuka telinga untuk semua teladan.
Kita akan senantiasa merunduk dan mengasah sebuah keaslian rasa.
Kita merendahkan hati.
Kita tak melompat atau terbang.
Kita melangkah mantap.
Satu, demi satu, demi satu.
Setiap helai benang dan torehan.
Setiap tetes dan gerakan.
Untuk nikmati aroma keberhasilan.
Kita bersabar.
Kita menempa kualitas diri dan menjaganya agar tak pernah berubah.
Dan saat sesuatu berjalan selayaknya, kita setia, patuh pada tata cara.
Kita lupakan satu, sampingkan sendiri.
Lalu memupuk kesempurnaan bersama.
Karena kapal ini butuh semua tenaga.
Kita bergotongroyong.
Lihatlah, sesuatu yang dimulai dari dalam tak akan runtuh terkikis waktu.
Inilah jiwa Indonesia.
Jiwa yang menciptakan mahakarya
(234 Mahakarya Indonesia)
Duh, dalam banget. Narasi di atas merupakan pesan sponsor yang saya kopas dari blognya Katerina.
Sumber tambahan
- https://ngurahpandu4mgg.wordpress.com/2012/11/14/menghidupkan-tari-dengan-wiraga-wirama-dan-wirasa/
- http://belajarbudbali.blogspot.co.uk/2012/10/taksu.html
Sumber informasi lomba dari blognya Katerina, thanks ya, jeng 😉
mba yang baik, kenapa eh kenapa videonya tidak ada?…
video yang mana, say?
klik aja video Made Ari yang lagi nari itu.
made keren banget, biar udah jauh ke luar negeri tetap mempertahankan identitasnya, malah menyebarkan budaya kita ke dunia..we proud of you made, makasih ceritanya mba rosi..:*
Makasih jg udah mampir mba Dedew
Indonesia memang kayak banget budayanya 🙂
Betul mba, berbanggalah kita menjadi org indonesia.
Iya narasi mahakarya indonesia benar2 bagus…
Daleum banget, ya?
Kenapa ga cocok, mak Echa? kan masih muda juga..
Klo gitu, saatnya regenerasi. Sekarang waktunya nyajarin anak-anak, kali ye.. 😉
aku suka menarii…. :”)
salut yang memang tetap menjaga konsistensi menari tari tradisional
Kaka echa kenapa gak ngelanjutin hoby narinya?
Daaaahhh gaaaa cocok makkk xD
Bertahun tahun belajarnya ya….. Karena memang tarian tradisional memiliki makna dalam setiap gerakannya. Salut buat made dan semoga sukses dengan tari balinya.
Iya mak, klo tari modern mah cepet bisanya kali ya?